"Sayang, aku mencintai kamu dan siap menikahimu, tapi setelah kita menikah, aku mau kamu resign dari tempatmu bekerja, karena penghasilanku sebulan lebih dari mencukupi untuk hidup kita berdua." Nah, bagaimana pula dengan cinta yang berisyaratkan seperti ini?
Jatuh cinta itu indah, tapi ketika cinta itu bersyarat, kita dihadapkan pada pilihan menyulitkan
Putri teman kami, memutuskan tidak menikah. Karena sudah beberapa kali, ada pria yang melamarnya, namun ketika ia memberi isyarat, bahwa ibunya yang lumpuh ikut tinggal bersama mereka, tak seorang pun dari antara pria yang melamarnya, mau menerima syarat tersebut. Akhirnya, hingga berusia 45 tahun ia tidak menikah, karena rasa baktinya terhadap ibunya.
Bagi sebagian orang, hidup itu sangat indah, tapi bagi orang lain, bisa jadi hidup itu penuh berisi empedu dan duri duri beracun, yang setiap saat melukai hatinya. Siapa yang salah? Apakah calon suaminya yang salah? Bukankah setiap pria ingin memulai hidup berkeluarga tanpa dibebani? Atau apakah wanita yang salah, karena bersikukuh ingin membawa ibunya ke dalam rumah mereka? Siapa yang dapat menjawabnya?
Tjiptadinata Effendi