Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Kehidupan Berumah Tangga Disebut Bahtera?

16 Februari 2017   05:57 Diperbarui: 16 Februari 2017   11:35 5488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Kapal yang sedang berlayar mengarungi samudra luas. Seluruh tanggung jawab atas keselamatan penumpang berada di pundak Nakhoda, tapi Nakhoda membutuhkan Juru mudi agar kapal dapat berlajar (dokumentasi pribadi)

Ini bukan cerita baru, tapi sudah ada sejak zaman dulu di mana kehidupan berumah tangga dianalogikan sebagai "bahtera". Tentu ada sebabnya atau alasannya sehingga orang sampai kepada kesimpulan demikian dan menyebut pernikahan sebagai "bahtera".

Kata "bahtera " menjadi populer sejak adanya kisah kisah yang difilmkan, yakni "Bahtera Nabi Nuh". Akan tetapi, tulisan ini sama sekali tidak membahas tentang kisah Nabi Nuh, karena saya bukan tipe seorang agamis yang memahami kisah kisah Nabi. Hanya sekadar menggambarkan mengapa kata bahtera ini menjadi populer.

Bahtera

Sebuah bahtera atau kapal diciptakan tentunya bukan untuk dipajang didermaga, melainkan untuk mengarungi samudra luas demi mencapai negeri yang dituju. Walaupun konsekuensi logisnya, kapal atau bahtera yang berlayar di laut lepas pasti harus melawan ombak dan badai untuk dapat mencapai pulau impian.

Bahtera tidak mungkin bisa berlayar sendiri tanpa ada Nakhoda yang mempersiapkan segala sesuatu kelengkapan sehingga bahtera diyakini sudah layak melaut.  Dan Nakhoda tidak mungkin melayarkan bahteranya seorang diri. Ia membutuhkan orang lain untuk membantunya yang bertugas sebagai Jurumudi, yang harus bekerja sama dengan Nakhoda kapal, agar perjalanan bisa berlangsung selamat tiba di tempat tujuan. Kesimpulannya, masing-masing memiliki tanggung jawab terhadap tugasnya, namun tanggung jawab penuh berada di tangan Nakhoda kapal. Tapi tentu saja tulisan ini tidak membahas secara mendetail tentang tugas dan wewenang seorang Nakhoda kapal, karena bukan dalam kapasitas untuk menjelaskan hal tersebut.

Dalam Keadaan Marabahaya

Bila dalam perjalanan terjadi badai yang dahsyat sehingga membahayakan dan dapat menyebabkan Bahtera tenggelam, maka Nakhoda atau Kapten kapal harus secara cepat dan tepat serta tegas mengambil keputusan. Walaupun keputusan itu teramat sulit baginya, yakni membuang sebagian atau seluruh muatan kapal, dengan pemikiran bahwa keselamatan penumpang jauh lebih berharga bila dibandingkan dengan muatan kapal.

Bila Kapten kapal ragu-ragu dan merasa bimbang untuk mengambil keputusan untuk bertindak, maka bisa jadi bukan hanya muatan kapal saja yang tenggelam, tapi kapal bersama dengan seluruh penumpangnya akan tenggelam dan tewas,

Kehidupan Berumah Tangga

Seperti halinya bahtera atau kapal, tidak mungkin dinakhodai oleh lebih dari satu orang, Kalaulah hal ini terjadi maka sangat kecil kemungkinan bahtera akan selamat tiba di tempat tujuan.

Bila dalam mengarungi samudra kehidupan, entah karena apa bisa saja terjadi sesuatu yang mengancam keselamatan dan keutuhan keluarga. Maka sama halnya dengan Kapten kapal. Sebagai kepala rumah tangga harus berani dan mampu mengambil tindakan yang tepat dan tegas. Yakni mengenyampingkan segala sesuatu yang dapat membahayakan kehidupan berumah tangga dan  bilamana perlu, membuang semua barang-barang yang diyakini berpotensi mendatangkan bahaya terkandasnya bahtera rumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun