Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pernikahan Jemput Bola di Bali Terobosan Besar

6 Maret 2014   03:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:12 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_315332" align="aligncenter" width="300" caption="doc.pri"][/caption]

Pernikahan Jemput Bola di Bali-Terobosan Besar Ubah Paradigma Negatif PNS

Kalau selama ini Las Vegas terkenal sebagai Ibu Kota Pernikahan Dunia karena pernikahan bisa berlangsung dan selesai dalam waktu 10 menit sehingga memecahkan record sebagai ”Pernikahan Tercepat di Dunia”, ternyata record ini agaknya akan dapat disusul oleh Badan Pernikahan Catatan Sipil melalui terobosan barunya, ”pernikahan jemput bola”.

Selama ini Catatan Sipil termasuk salah satu produk birokrasi yang sering membuat calon pasangan pengantin menjadi pusing sehubungan banyak pernak-pernik yang harus dilengkapi. Selain harus membuat appointment untuk bisa menentukan waktu kedatangan yang disepakati untuk dapat melaksanakan pernikahan secara sah di Kantor Catatan Sipil. Belum lagi penundaan karena alasan pejabat setempat sedang meeting atau keluar kota. Tetapi Badan Pernikahan Catatan Sipil di Pulau Bali secara diam-diam telah melakukan terobosan baru dengan melakukan “Pernikahan Jemput Bola”. Artinya, bukan pasangan mempelai yang mendatangi kantor Badan Catatan Sipil bolak-balik, tapi malahan Petugas Badan Catatan Sipil yang datang dalam acara pernikahan.

Sudah beberapa kali saya menghadiri pernikahan di gereja yang berdomisili di Jakarta, tapi belum pernah sekali juga menyaksikan pernikahan catatan sipil dilangsugkan di gereja.

[caption id="attachment_315334" align="aligncenter" width="300" caption="contoh Surat Nikah Catatan Sipil/picstopin"]

1394018532477798992
1394018532477798992
[/caption]

Hadiri Pernikahan Ponakan Cucu

Kemarin kami berdua khusus terbang dari Sydney menuju ke Denpasar. Sekitar pukul 14.45 sore. Pesawat Garuda 715 yang menerbangkan kami, mendarat dengan mulus di Bandara International Ngurah Rai di Pulau Bali. Di sini kami sudah dijemput untuk diantarkan ke Hotel Cout Yard Marriot, yang berlokasi di Nusa Dua. Perjalanan dari bandara menuju ke Nusa Dua ditempuh dalam waktu lebih kurang 40 menit, melintasi jalan tol yang panjang dan indah. Sepintas jalan tol ini mengingatkan saya akan jalan layang di San Franscisco, yang terkenal dengan julukan “Golden Gate”.

Sesampainya di lokasi Nusa Dua, saya cukup heran karena pemeriksaan yang cukup ketat. Bagasi dibuka dan di-scanning dengan alat detector dan kemudian dengan sangat sopan petugas meminta agar pintu mobil dibuka. Dan sekali lagi alat scanner menelusuri kolong kendaraan. Sesaat kemudian, ”Terima kasih Pak, Mohon maaf mengganggu.” Kata salah seorang petugas dengan sopan dan kami meluncur menuju ke Hotel Court Yard Marriot.

Setelah check in, kami langsung berganti pakaian karena sudah dijemput untuk ke upacara pernikahan di salah satu gereja di Kuta. Perjalanan dari hotel menuju ke gereja dikawal oleh 2 orang petugas lalu lintas yang membuka jalan bagi bus yang kami tumpangi. Dengan demikian perjalanan yang kami tempuh lewat jalan tol, yang merupakan jembatan terpanjang di Bali atau mungkin juga terpanjang di seluruh Indonesia, berlangsung dengan sangat lancar. Hanya selang 30 menit kemudian, 4 buah bus yang membawa semua tamu sudah berhenti di parkiran yang tersedia. Dan kami semuanya berjalan kaki menuju ke gereja yang jaraknya hanya beberapa menit berjalan.

Acara kebaktian berlangsung hikmat. Dan ketika selesai upacara doa, dari alat pengeras suara, panitia meminta agar hadirin tetap di tempat untuk menyaksikan akad nikah yang akan dilangsungkan di hadapan Petugas Catatan Sipil. Baru inilah pertama kali saya mengalami bahwa Petugas Catatan Sipil melakukan pernikahan jemput bola.

Seorang wanita muda yang tampil sebagai Petugas Catatan Sipil membacakan peraturan pemerintah bahwa pernikahan baru dianggap sah dalam undang-undang bila dilakukan di hadapan Catatan Sipil. Kemudian dengan sangat cepat membacakan isi undang-undang pernikahan yang intinya menyatakan bahwa “Pernikahan harus disetujui oleh kedua belah pihak” dan dalam waktu kurang dari 5 menit, petugas menanyakan, ”Saudara Feri, apakah Saudara bersedia menerima Saudari Cynthia sebagai istri yang sah?” Mempelai Pria menjawab, ”Saya bersedia.” Kemudian pertanyaan beralih kepada mempelai wanita, ”Saudari Cynthia, apakah Anda bersedia menerima Saudara Feri sebagai suami yang sah?” Dan dijawab oleh mempelai wanita, ”Saya bersedia.”

Petugas mengetukkan palunya 3 kali tok… tok… tok. "Sejak saat ini, Saudara Feri dan Saudari Cynthia, Anda sudah menjadi suami-istri dan sah secara hukum.” Tepuk tangan yang meriah memenuhi gedung gereja. Saksi-saksi membubuhkan tanda tangan mereka dan Surat Nikah sudah berada di tangan mempelai. Seluruh rangkaian pernikahan jemput bola ini selesai dalam waktu yang amat singkat, yakni kurang dari 10 menit. Luar biasa, menyamai kecepatan pernikahan di Las Vegas.

[caption id="attachment_315333" align="aligncenter" width="300" caption="doc.pri"]

1394017842396433403
1394017842396433403
[/caption]

Terobosan besar ini telah mengubah paradigma negatif yang selama berpuluh tahun berlangsung, yakni ”kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah; Kalau bisa diperlambat, kenapa dipercepat?” Dengan terobosan besar ini, setidaknya Badan Pernikahan Catatan Sipil di Bali telah mengubahnya. Mottonya menjadi, ”Kalau bisa dipercepat, kenapa harus diperlambat; kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit!” Hal ini agaknya menjadi pemicu semakin banyaknya muda-mudi yang akan melangsungkan pernikahan di Bali. Di samping dapat merayakan pernikahan dalam nuansa yang berbeda, sekaligus surat nikah langsung berada di tangan begitu upacara di gereja usai.

Menurut salah satu petugas Catatan Sipil yang hadir pada waktu pernikahan itu, sebenarnya hal ini sudah lama diterapkan, tapi tidak merata. Karena kami baru hadir di pernikahan di gereja, bila diminta. Kalau tidak, berarti pasangan yang menikah harus secepatnya mendaftarkan pernikahannya di Kantor Catatan Sipil.

catatan: Kita berharap terobosan ini mampu menginspirasi bidang-bidang pemerintahan lainnya untuk mau mengubah sikap mental dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, seperti yang ditunjukkan oleh Badan Pernikahan Catatan Sipil di Bali.

Yogyakarta, 5 Maret,2014

Tjiptadinata Effendi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun