Entah ada dorongan dari mana diriku menulis ini, dan entah bagaimana tulisanku ini menjadi akhir dari perjalanan pada setahun aku berkuliah di UIN Sunan Kalijaga, mengambil jurusan Ilmu Komunikasi sebagai jurusan impianku sedari awal memutuskan berkuliah. Siapa yang tidak sedih jika membahas hal-hal yang berkaitan dengan "perpisahan"? Jawabannya mungkin tak ada, perpisahan adalah bagian hidup yang sulit dihindari dan harus diterima dengan segala konsekuensinya.
Perpisahan selalu membawa sejuta rasa bagiku, tentu saja ada perasaan haru yang menyelinap, sedih yang membayangi, senang yang membayang, juga kenangan-kenangan yang membersamai. Namun, di balik itu semua, bagiku terselip refleksi diri yang mendalam tentang perjalanan yang telah ku lalui ini. Khususnya bagi diriku, dan mungkin teman-temanku, yang tengah merayakan akhir semester dua. Perpisahan ini bukan sekadar pamit, perpisahan ini juga menjadi gerbang baruku untuk menuju fase baru yang penuh ketidakpastian sekaligus harapan.
Semester dua, bagiku, seperti sebuah melodi berhiaskan emosi yang begitu seimbang. Yah, hidup memang tak selalu tentang kebahagiaan, ada pula kesedihan yang mampir sejenak lalu pergi membawa pelajaran. Tentunya kita semua tahu bahwa kesedihan adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup. Di setahun ku berkuliah, aku merasakan kaitan yang sempurna antara kesedihan dan juga kebahagiaan, keduanya terkoneksi, macam ada benang yang bersatu dalam kainku. Ada momen riang, namun tak jarang juga air mataku mengalir karena tantangan yang menghadang.
Sungguh, aku sangat menikmati setiap detik yang kujalani di semester dua, atau bahkan setahun masa aku berkuliah. Rasanya seperti menemukan banyak hal baru yang berhasil memahat diriku menjadi pribadi yang lebih baik, yang kini ada karena peristiwa-peristiwa itu. Ada keyakinan yang tumbuh dalam diriku, meyakinkan bahwa aku bisa mencapai apa pun yang kuimpikan atau bahkan lebih dari itu. Aku sangat percaya bahwa aku pantas untuk meraih kebahagiaan, kebahagiaan yang merupakan buah dari segala upaya yang telah kuusahakan.Â
Jika boleh jujur, kegiatan semester dua-ku sama sekali "kurang menarik" jika dibandingkan dengan semester satu yang penuh hingar-bingar kegiatan dan UKM. Hmm, aku mengakui bahwa semester ini fokusku banyak terkuras untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Tidak ada lagi agenda padat rapat atau acara kemahasiswaan yang menyita waktu. Padahal aku suka sekali pergi mencari ilmu baru di forum yang sesuai dengan minatku, salah satunya ialah SPBA.
Tapi, kalau dipikir-pikir semester dua yang cukup rileks dalam berkuliah ini tidak terlalu menekanku, malah aku merasa bahwa beban yang membebani pundakku kini terangkat. Namun bukan berarti aku kesal karena semester satu-ku terlalu sok sibuk. Hanya saja, mungkin semester dua menjadi pelarian sejenak sebelum semester depan membantai diri untuk mengikuti berbagai kegiatan produktif.
Jujur saja, adanya fokus pada tugas-tugas ini terasa membosankan sih, aku merasa terlalu menganggur karena kegiatanku hanya berlokasikan di kelas, kamar, dan juga cafe kecil. Walaupun aku sering berjalan-jalan bersama teman (atau mungkin seseorang spesial), tetap saja itu membuatku menganggur karena kurang "produktif". Tapi dengar ya, justru hal ini juga yang mengajariku banyak hal.
Aku belajar untuk menjadi pribadi yang lebih terstruktur dan mengerti betul apa kewajiban utamaku sebagai seorang mahasiswa. Jujur saja, aku adalah tipikal orang yang "gatal" jika tidak produktif. Rasanya ingin selalu melakukan ini itu, menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan. Namun, keputusan yang kubuat di semester dua ini tidak buruk juga, walaupun aku hanya fokus menugas. Tapi tak apa, karena aku merasa baik-baik saja dengan kondisi ini. Aku sadar, terkadang membatasi diri pada satu fokus bisa membawa dampak yang lebih besar dalam jangka panjang.
Namun, di balik semua kebaikan itu, ada rasa sedih yang tak dapat kusimpan, maka dari itulah kutulis artikel ini. Sedih jika membayangkan perpisahan dengan teman-temanku, itu adalah hal yang paling memberatkan, aku pernah mengalaminya, tidak sekali dua kali, bahkan berkali-kali. Dibandingkan berpisah dengan kekasih, berpisah dengan teman itu jauh lebih sakit.