Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bjorka Ditangkap!

3 Oktober 2025   00:02 Diperbarui: 3 Oktober 2025   00:02 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data rekening bankmu, lengkap dengan nomor kartu, transaksi, alamat rumah, bahkan mungkin riwayat kesehatan, beredar bebas di dunia maya. Tidak hanya itu, data itu bisa dibeli siapa saja, dari penipu online, sindikat pencucian uang, sampai kelompok kriminal lintas negara. Menyeramkan, kan?

Nah, hal yang tadinya terasa seperti adegan film thriller itu ternyata benar-benar terjadi di Indonesia. Dan salah satu nama yang paling sering disebut dalam kasus kebocoran data beberapa tahun terakhir adalah Bjorka. Sosok misterius, anonim, dan sempat dipuja-puja sebagian netizen, akhirnya kini mulai terbongkar.

Tanggal 23 September 2025 lalu, aparat kepolisian berhasil menangkap seorang pemuda berusia 22 tahun berinisial WFT di Minahasa, Sulawesi Utara. Ia diduga kuat sebagai orang di balik akun X bernama Bjorka (versi 2020), yang selama ini membuat geger Indonesia dengan bocoran data sensitif.

Tapi, siapa sebenarnya Bjorka ini? Kenapa bisa begitu heboh? Dan apa dampaknya untuk kita semua? Yuk, kita kupas bareng.

Bjorka alias WFT (22) ditangkap polisi usai membocorkan dan memperjualbelikan data nasabah bank lewat dark web untuk pemerasan. - Tiyarman Gulo

Siapa Itu Bjorka? Misteri yang Menghantui Internet Indonesia

Nama Bjorka mulai ramai terdengar sejak 2020. Ia muncul sebagai sosok anonim di internet, sering membongkar data pribadi pejabat, perusahaan, hingga instansi pemerintah. Postingannya membuat banyak orang deg-degan sekaligus penasaran, "Siapa sih sebenarnya orang ini?"

Ada yang menganggap Bjorka semacam "pahlawan digital" karena membongkar kelalaian lembaga besar. Tapi banyak juga yang melihatnya sebagai ancaman serius bagi keamanan nasional.

Di balik layar, Bjorka bukan sekadar satu nama. Menurut polisi, WFT ternyata sudah lama berkeliaran di dunia maya gelap alias dark web, tempat di mana data curian, dokumen palsu, hingga senjata bisa diperjualbelikan. Ia menggunakan berbagai nama samaran, mulai dari Bjorka, lalu SkyWave, Shint Hunter, hingga Oposite 6890. Pergantian nama ini dilakukan untuk menghindari pelacakan aparat.

Sampai akhirnya, jejak digitalnya tertinggal. Dan itulah yang membuat polisi berhasil menangkapnya.

Kronologi Penangkapan, Dari Dark Forum ke Tangan Polisi

Berdasarkan keterangan Polda Metro Jaya, kisah ini dimulai pada Februari 2025. Saat itu, akun X bernama @bjorkanesiaa mengunggah tampilan database nasabah sebuah bank swasta di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, ia mengklaim sudah meng-hack 4,9 juta akun nasabah.

WFT bahkan sempat mengirim pesan langsung ke akun resmi bank tersebut. Motifnya jelas, pemerasan. Untungnya, pihak bank tak tinggal diam dan langsung melapor ke polisi.

Dari laporan itu, penyidik Subdit IV Siber Polda Metro Jaya bergerak. Setelah melakukan pelacakan digital, mereka akhirnya menemukan lokasi WFT. Ia ditangkap di rumah kekasihnya, di Minahasa, Sulawesi Utara.

Ketika diperiksa, ternyata WFT sudah lama aktif di forum-forum gelap internet. Ia bahkan pernah menjual data melalui berbagai platform media sosial, Facebook, TikTok, Instagram, semuanya dengan nama samaran yang mirip.

Lebih mengejutkan lagi, hasil penjualannya ia terima lewat akun kripto. Jadi, uang yang didapat tidak mudah dilacak, karena mata uang digital punya sifat anonim.

Dark Web, Dunia Gelap di Balik Layar Internet

Banyak orang awam mungkin bingung, "Apa sih dark web itu?"

Kalau internet ibarat laut, maka apa yang kita pakai sehari-hari (Google, Instagram, YouTube) hanyalah permukaan laut. Sementara deep web adalah isi bawah laut, data pribadi, arsip pemerintah, database universitas, dan informasi lain yang tidak muncul di mesin pencari.

Nah, dark web lebih dalam lagi, semacam gua bawah laut yang penuh kegelapan. Di sanalah para anonim memperjualbelikan barang ilegal, narkoba, senjata, hingga data curian. Untuk mengaksesnya tidak bisa lewat browser biasa, melainkan pakai aplikasi khusus seperti Tor.

WFT, alias Bjorka, sudah masuk ke dunia itu sejak 2020. Ia aktif di forum bernama darkforum.st, menggunakan nama samaran berbeda-beda agar tidak mudah dilacak. Tapi jejak digital selalu ada. Sekecil apa pun, aparat bisa menemukannya.

Dampak untuk Kita, Data Bukan Sekadar Angka

Banyak orang berpikir, "Ya sudah, kalau ada data bocor, paling cuma alamat email. Apa ruginya?"

Padahal, kebocoran data bisa berakibat sangat serius. Misalnya, Data rekening bisa dipakai untuk penipuan finansial, Nomor KTP bisa dipakai untuk pinjaman online ilegal dan Data kesehatan bisa diperdagangkan ke perusahaan asuransi nakal.

Singkatnya, kebocoran data bukan sekadar soal privasi, tapi juga soal keamanan hidup kita sehari-hari.

Kasus Bjorka ini jadi peringatan keras bahwa Indonesia masih rapuh soal perlindungan data. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebenarnya sudah ada sejak 2022, tapi implementasinya masih lemah.

Pahlawan atau Penjahat?

Satu hal menarik, banyak netizen dulu justru menganggap Bjorka sebagai "idola". Alasannya, ia sering membocorkan kelemahan pemerintah dan instansi besar, sehingga terkesan seperti whistleblower.

Tapi, beda tipis antara whistleblower dan kriminal. Whistleblower biasanya membocorkan data demi kepentingan publik (misalnya Edward Snowden soal penyadapan NSA di Amerika). Sementara Bjorka, dalam kasus WFT, lebih condong ke arah pemerasan dan jual beli data.

Jadi, meskipun ada aura "pahlawan digital", faktanya tindakan WFT merugikan jutaan orang. Dari sudut pandang hukum, jelas ia adalah pelaku kejahatan siber.

Hukuman yang Menanti

Polisi menjerat WFT dengan pasal berlapis:

  • Pasal 46 jo Pasal 30 UU ITE dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda Rp12 miliar.
  • Pasal 48 jo Pasal 32 UU ITE.
  • Pasal 65 jo Pasal 67 UU PDP dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.

Kalau semua dijumlah, hidupnya bisa habis di balik jeruji besi.

Pelajaran untuk Kita Semua

Kasus Bjorka memberikan banyak pelajaran, Jangan sepelekan keamanan data. Gunakan password kuat, jangan sembarangan isi data di situs yang mencurigakan.

Waspadai rekam jejak digital. Apa pun yang kita lakukan di internet, sekecil apa pun, selalu meninggalkan jejak.

Bedakan antara hacker etis dan kriminal. Ada orang yang jadi "white hat hacker" untuk menguji keamanan sistem, tapi ada juga yang memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi.

Dorong pemerintah lebih serius soal keamanan siber. Kasus ini membuktikan bahwa kebocoran data di Indonesia bukan isapan jempol.

Dunia Maya Tak Pernah Benar-Benar Anonim

Pada akhirnya, kasus Bjorka menunjukkan satu hal penting, di internet, semua orang bisa jadi siapa saja, tapi tidak ada yang benar-benar tak terlihat.

WFT mungkin merasa aman dengan berbagai nama samaran, akun kripto, hingga dark web. Tapi jejak digital tetap berbicara. Dan ketika polisi berhasil mengumpulkannya, tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi.

Bagi kita semua, ini jadi peringatan keras, jangan pernah anggap enteng urusan data pribadi. Karena sekali bocor, hidup kita bisa ikut "terbeli".(*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun