Pacitan yang biasanya dikenal dengan pantai indah, goa eksotis, dan suasana damai di ujung barat daya Jawa Timur, mendadak jadi sorotan nasional. Bukan karena wisata baru, bukan pula karena festival budaya. Melainkan sebuah tragedi berdarah yang mengguncang hati banyak orang. Nama Wawan, seorang pria asal Desa Kanyen, Kecamatan Kebonagung, seketika jadi buah bibir. Bukan karena prestasi, tapi karena ia tega menghabisi nyawa mantan keluarga istrinya dengan cara keji.
Dan kini, ironi itu lengkap. Setelah sempat buron beberapa hari, Wawan ditemukan dalam kondisi mengenaskan, jasadnya membusuk di tengah hutan Desa Temon. Misteri pun seolah ditutup dengan keheningan. Tapi kisah ini bukan sekadar kabar kriminal. Ia menyimpan pelajaran pahit tentang bagaimana cinta yang ditolak, amarah yang tak terkelola, dan dendam yang dipelihara bisa menjelma menjadi malapetaka.
Tragedi Pacitan, Wawan bunuh keluarga mantan istri, lalu ditemukan tewas membusuk di hutan. Kasus ini tinggalkan trauma dan pelajaran sosial mendalam. - Tiyarman Gulo
Sekilas Tentang Pacitan, Damai yang Tercederai
Pacitan biasanya lekat dengan sebutan "Kota 1001 Goa". Wilayahnya indah, masyarakatnya dikenal ramah. Tapi siapa sangka, di balik ketenangan itu, sebuah tragedi keluarga bisa mencabik rasa aman warganya. Desa Temon di Kecamatan Arjosari, yang sebelumnya hanyalah kampung biasa dengan kehidupan sederhana, kini dikenal sebagai lokasi salah satu kasus kriminal paling mengerikan di Jawa Timur tahun 2025.
Orang Pacitan masih terbiasa saling sapa, masih ada budaya "guyub rukun". Justru itu yang bikin banyak orang tak habis pikir, bagaimana bisa seorang warga mereka, Wawan, nekat melakukan aksi segila itu?
Kronologi, Dari Penolakan Jadi Tragedi
Semua bermula dari cinta yang tak kembali. Pada Jumat, 19 September 2025, Wawan mendatangi rumah mantan istrinya, Miswati. Ia ingin mengajak balikan. Namun niat itu ditolak mentah-mentah oleh keluarga Miswati. Konon, sang mantan mertua berkata dalam bahasa Jawa, "Hla arep balen piye, wes oleh jodoh" (mau balikan bagaimana, Miswati sudah dapat pasangan).
Bagi sebagian orang, itu hanyalah kalimat biasa. Tapi bagi Wawan, kata-kata itu bagai cambuk yang membakar harga dirinya. Esok malam, Sabtu 20 September 2025, Wawan kembali ke rumah itu. Kali ini bukan dengan niat baik, melainkan membawa senjata tajam dan dendam menggelegak.
Malam Berdarah
Korban pertama, Eky, mantan iparnya, yang sedang mencoba menyalakan listrik rumah setelah aliran padam. Ia langsung disabet senjata tajam.
Korban kedua, Timi, mantan mertuanya, mencoba menolong sambil berteriak. Ia pun ditebas di bagian leher hingga tewas di lokasi.
Korban berikutnya, Miskun, mantan mertua laki-laki, ikut jadi sasaran amuk.
Korban selanjutnya, Arga, keponakan kecil yang masih berusia 10 tahun, ikut jadi target.
Satu-satunya selamat, Bima (17), berhasil kabur meski sempat dikira disandera.
Malam itu rumah penuh darah. Jeritan panik terdengar, tetangga geger, polisi buru-buru datang. Tapi Wawan sudah keburu kabur, lari ke hutan, meninggalkan keluarga porak-poranda.
Perburuan Wawan, Dari Desa ke Hutan
Pasca kejadian, Polres Pacitan bersama tim gabungan bergerak cepat. Hutan-hutan di sekitar Arjosari dan Kebonagung disisir. Warga ikut waspada, bahkan banyak yang memilih tidak keluar malam. Wawan jadi buronan paling dicari di Pacitan.
Namun, hutan Pacitan tidak mudah ditembus. Medannya terjal, penuh jurang, dan pepohonan rapat. Seolah Wawan lenyap ditelan gelap. Banyak spekulasi muncul, ada yang bilang ia lari ke luar kota, ada pula yang menduga ia nekat mengakhiri hidupnya.
Hingga pada Kamis, 25 September 2025, kabar itu pecah, jasad membusuk ditemukan di hutan Desa Temon. Polisi datang, warga berdatangan, aroma tak sedap menyengat. Ciri-ciri pakaian yang melekat mengarah kuat pada sosok Wawan.
Kapolres Pacitan, AKBP Ayub Diponegoro Azhar, memastikan penyelidikan masih berjalan untuk identifikasi lengkap. Tapi publik sudah bisa menebak, buruan itu akhirnya tamat di rimba.
Luka yang Tertinggal
Kasus ini bukan hanya soal pelaku dan korban. Ia meninggalkan luka yang jauh lebih dalam,
Bagi keluarga korban, kehilangan orang-orang terdekat secara tragis. Trauma anak-anak yang masih hidup, seperti Bima, mungkin akan terbawa seumur hidup.
Bagi warga Pacitan, rasa aman yang terkoyak. Desa yang biasanya tenang berubah jadi TKP mengerikan.
Bagi masyarakat luas, peringatan bahwa kekerasan domestik bisa berujung fatal bila dibiarkan tanpa penyelesaian sehat.
Mengapa Bisa Terjadi?
Pertanyaan besar pun muncul, mengapa Wawan tega?
Ada beberapa lapisan jawaban,
- Faktor emosi pribadi, sulit menerima penolakan, harga diri terluka, amarah yang meledak tanpa kontrol.
- Faktor hubungan keluarga, konflik rumah tangga, perceraian, dan penolakan yang tidak disikapi dengan bijak.
- Kurangnya sistem pendukung, minimnya ruang konseling keluarga, lemahnya budaya mencari bantuan psikologis.
Kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya manajemen emosi dan kesehatan mental. Bagi sebagian orang, ditolak atau gagal dalam hubungan bisa jadi hal biasa. Tapi bagi yang rapuh emosinya, itu bisa memicu tragedi.
Pelajaran Sosial dari Kasus Wawan
Cinta yang dipaksakan bukan cinta, Keinginan Wawan untuk rujuk berubah jadi obsesi berbahaya.
Amarah tanpa kendali adalah bencana, Apa yang dimulai dari sakit hati berubah jadi tragedi berdarah.
Masyarakat perlu peka, Jangan anggap remeh konflik keluarga. Terkadang butuh intervensi sebelum terlambat.
Peran aparat penting, Bukan hanya menangani setelah kejadian, tapi juga mengantisipasi potensi ancaman kekerasan domestik.
Diamnya Hutan, Riuhnya Pelajaran Hidup
Kini, hutan Desa Temon kembali sunyi. Jasad Wawan sudah diangkut, penyelidikan berjalan, dan berita bergulir. Tapi gema tragedi ini masih terasa di hati banyak orang.
Pacitan bukan lagi sekadar kota wisata, tapi juga saksi bahwa dendam bisa membutakan hati, cinta bisa berubah jadi bencana, dan keluarga bisa jadi arena pertumpahan darah bila emosi tak dikelola.
Kisah Wawan memang berakhir di hutan, tapi pesan untuk kita semua jelas, jangan pernah remehkan amarah, jangan abaikan kesehatan mental, dan jangan biarkan dendam tumbuh subur. Karena sekali meledak, taruhannya bisa nyawa.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI