Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memohon ke DPR, JPPI Desak Program MBG Distop! Petaka bagi Pendidikan, Guru Tumbal Racun!

25 September 2025   12:12 Diperbarui: 25 September 2025   12:12 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan Layar Youtube JPPI Desar DPR Hentikan Program MBG (youtube.com/tvriparlemen)

Setiap pagi, anak-anak berbaris di sekolah, penuh semangat, menunggu satu hal sederhana, makanan bergizi gratis. Program itu terdengar seperti surga bagi banyak orang tua yang sibuk, bagi siswa yang kadang datang ke sekolah hanya dengan perut kosong. Namanya program Makan Bergizi Gratis (MBG), inisiatif Presiden Prabowo Subianto yang digadang-gadang akan mengentaskan masalah gizi buruk di sekolah-sekolah Indonesia.

Namun, di balik program yang terdengar manis itu, muncul kritik keras dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Mereka menilai MBG bukan hanya gagal membantu, tetapi malah bisa menjadi "petaka bagi pendidikan" dan menjadikan guru sebagai "tumbal racun". Kata-kata itu memang berat, tapi jangan langsung menilai terlalu cepat, mari kita lihat apa yang sebenarnya terjadi.

JPPI desak DPR hentikan sementara program MBG Prabowo karena risiko kesehatan guru dan dampak negatif pada pendidikan anak. - Tiyarman Gulo

Apa Itu Program MBG?

Program MBG digagas sebagai upaya pemerintah untuk memastikan anak-anak mendapatkan makanan sehat di sekolah. Tujuannya terdengar mulia, mengurangi masalah gizi buruk, meningkatkan fokus belajar, dan menanamkan pola makan sehat sejak dini.

Bayangkan anak-anak yang biasanya sarapan seadanya, kini bisa menikmati nasi, lauk, sayur, dan buah yang lengkap. Idealnya, ini akan membuat mereka lebih energik, lebih sehat, dan lebih siap belajar.

Namun, teori kadang berbeda dengan praktik. Di lapangan, implementasi MBG ternyata menimbulkan masalah serius yang tidak bisa diabaikan.

Desakan JPPI, Mengapa Program Ini Perlu Dievaluasi?

JPPI, melalui Koordinator Program dan Advokasi mereka, telah memohon ke DPR untuk mendorong penghentian sementara program MBG. Alasan mereka tidak main-main,

  1. Isu Kesehatan Guru, Guru kerap harus menangani distribusi makanan ini, sering kali di sekolah yang tidak memiliki fasilitas memadai. Ada laporan guru yang mengalami gangguan pencernaan hingga keracunan ringan akibat makanan yang disiapkan secara massal. Ini bukan sekadar teori, banyak guru merasa menjadi "tumbal racun" karena harus mengawasi, menyimpan, dan terkadang mencicipi makanan yang kualitasnya dipertanyakan.
  2. Kualitas dan Keamanan Makanan, MBG bertujuan memberikan gizi lengkap, tapi dalam praktiknya, kontrol kualitas sulit dilakukan. Kadang makanan disiapkan dengan standar kebersihan yang meragukan, atau pengiriman terlambat sehingga makanan tidak layak konsumsi.
  3. Beban Administratif dan Logistik, Guru yang seharusnya fokus mengajar, kini harus menjadi pengawas logistik makanan. Waktu yang seharusnya digunakan untuk mendidik siswa, kini tersita untuk mengatur MBG.
  4. Dampak Pendidikan, Saat guru sibuk mengurus MBG, perhatian mereka terhadap kegiatan belajar mengajar berkurang. Anak-anak mungkin mendapatkan makanan, tetapi kualitas pendidikan mereka bisa terganggu.

"Guru Tumbal Racun", Sebuah Analogi Menggigit

Ungkapan "guru tumbal racun" memang dramatis, tapi relevan. Guru yang menjadi pengawas MBG terpaksa menghadapi risiko kesehatan, sambil tetap diharapkan mengajar dengan optimal. Mereka menjadi penengah antara program pemerintah dan kesejahteraan siswa. Ironisnya, tanggung jawab ini menimpa mereka tanpa kompensasi yang memadai.

Dalam banyak kasus, guru juga harus menghadapi keluhan orang tua bila makanan yang disediakan ternyata tidak sesuai harapan. Ini menambah tekanan psikologis di tengah beban kerja yang sudah berat.

Dampak pada Siswa dan Pendidikan

Sekilas, program MBG memberi manfaat, anak-anak makan dan kenyang. Namun, JPPI menyoroti bahwa fokus pada makanan bisa mengalihkan perhatian dari inti pendidikan.

  • Fokus belajar terganggu, Guru yang sibuk dengan MBG tidak bisa sepenuhnya hadir dalam mengajar.
  • Perhatian terhadap gizi anak tidak merata, Tidak semua makanan sampai ke anak dengan kualitas sama, sehingga ada ketimpangan gizi.
  • Ketergantungan pada program, Anak-anak mungkin jadi terbiasa hanya mengandalkan MBG, sementara pendidikan karakter dan pola makan sehat di rumah tetap krusial.

Pendapat Ahli dan Data Pendukung

Para ahli gizi dan pendidikan sering menekankan, program pemberian makanan di sekolah harus seimbang antara nutrisi dan keamanan. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa guru di banyak sekolah masih menghadapi beban berlebihan, dan program tambahan seperti MBG seharusnya mendukung, bukan membebani mereka.

Ahli gizi menambahkan bahwa makanan bergizi harus disiapkan dengan standar higienis tinggi, karena anak-anak lebih rentan terhadap kontaminasi. Sayangnya, laporan dari lapangan menunjukkan bahwa standar ini belum sepenuhnya terpenuhi di beberapa daerah.

Solusi dan Saran JPPI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun