Hingga kini, aparat kepolisian Utah, kepolisian kampus, hingga FBI masih melakukan penyelidikan. Mereka telah merilis foto beberapa "person of interest" (orang yang diduga punya kaitan), namun belum ada pelaku yang ditangkap.
Yang membuat situasi makin rumit, di media sosial beredar foto-foto yang diklaim sebagai wajah pelaku. Belakangan, investigasi membuktikan sebagian besar foto tersebut adalah gambar buatan AI atau identitas orang yang sama sekali tidak terkait. Bahkan ada kasus di mana foto seorang pria asal Amerika Latin beredar luas dengan tuduhan palsu sebagai penembak Kirk.
Hal ini menunjukkan betapa cepatnya misinformasi menyebar di era digital, terutama ketika peristiwa besar baru saja terjadi. Alih-alih memperjelas situasi, rumor justru memperburuk keadaan dan bisa merugikan banyak pihak yang salah sasaran.
Media Sosial dan Banjir Hoax
Setelah insiden, media sosial dipenuhi beragam klaim liar. Ada yang menyebut pelaku berasal dari kelompok sayap kiri radikal, ada pula yang menuduh keterlibatan kelompok minoritas tertentu. Beberapa AI chatbot bahkan ikut menyebarkan informasi salah, membuat masyarakat makin bingung.
Reuters mencatat, dalam 24 jam pertama setelah kejadian, ribuan postingan hoax muncul di platform seperti X (Twitter), Facebook, dan TikTok. Bahkan tagar #WhoShotCharlieKirk sempat trending di lebih dari 15 negara.
Fenomena ini sekali lagi menunjukkan bahwa di era digital, tragedi nyata sering kali bercampur dengan narasi palsu. Masyarakat awam yang haus informasi kerap menelan mentah-mentah apa yang mereka lihat, tanpa sempat memverifikasi kebenarannya.
Luka Lama Amerika, Senjata Api dan Kampus
Tragedi ini bukanlah yang pertama. Amerika sudah lama dihantui oleh kekerasan senjata, mulai dari sekolah dasar hingga universitas, dari mal hingga tempat ibadah.
Kampus, yang semestinya menjadi ruang aman untuk belajar dan berdiskusi, kini justru menjadi lokasi tragedi. Penembakan di UVU mengingatkan kembali pada kasus-kasus sebelumnya seperti Virginia Tech (2007) dan Umpqua Community College (2015).
Isu kontrol senjata api kembali menjadi perdebatan. Kaum progresif menuntut aturan lebih ketat, sementara kaum konservatif menganggap kepemilikan senjata adalah hak konstitusional yang tidak boleh diganggu. Ironisnya, Kirk sendiri sebelum ditembak sempat menjawab pertanyaan tentang fenomena mass shootings, seolah takdir ingin mengukir ironi pahit dalam pidato terakhirnya.
Keamanan Figur Publik Dipertanyakan
Insiden ini juga menimbulkan kekhawatiran baru tentang keamanan figur publik. Apakah kampus dan tempat umum cukup aman untuk menggelar acara terbuka? Bagaimana protokol keamanan bisa ditembus hingga seseorang bisa membawa senjata ke dalam aula penuh ribuan orang?
Bagi banyak pihak, tragedi ini menjadi sinyal alarm. Jika seorang tokoh sebesar Charlie Kirk bisa ditembak di ruang terbuka, maka ancaman serupa bisa menimpa siapa saja, kapan saja.