Membatasi Kolaborasi. Brand luar negeri bisa malas bekerja sama dengan kreator Indonesia jika setiap kiriman barang berujung drama.
Sentimen Negatif. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara makin turun. Orang jadi merasa berhadapan dengan "musuh" alih-alih pelindung.
Padahal, di era digital, kolaborasi internasional itu penting. Gamer, streamer, atau UMKM bisa punya pasar global lewat internet. Tapi kalau setiap barang kiriman dihadang, bagaimana mereka bisa berkembang?
Klarifikasi Bea Cukai
Seperti biasa, Bea Cukai tidak tinggal diam. Melalui akun resminya, mereka menjelaskan bahwa semua barang di atas USD 3 memang kena bea masuk. Untuk barang yang bukan hasil transaksi, penetapan nilainya menggunakan acuan barang serupa.
Masalahnya, jawaban ini terdengar sangat normatif. Publik merasa penjelasan itu tidak menyentuh inti masalah. Bagaimana cara menentukan harga yang adil, bagaimana transparansi bisa ditingkatkan, dan bagaimana agar tidak ada kesan "main taksir".
Akhirnya, klarifikasi justru dianggap "bensin" yang memperbesar api kemarahan.
Apa yang Bisa Diperbaiki?
Daripada terus berputar di lingkaran drama, ada beberapa hal yang sebenarnya bisa dilakukan.
Transparansi Penilaian Barang. Publik perlu tahu dasar penentuan nilai barang. Kalau ada daftar harga acuan resmi, seharusnya bisa diakses terbuka.
Edukasi Publik. Banyak orang bahkan tidak tahu ada aturan USD 3. Edukasi yang jelas akan mencegah salah paham.
Reformasi Sistem Insentif. Jangan sampai pegawai terdorong mencari "setoran" demi bonus, karena itu menciptakan kesan Bea Cukai sebagai pemalak.
Digitalisasi Penuh. Dengan sistem online yang jelas, proses penaksiran bisa lebih cepat, transparan, dan minim campur tangan subjektif.