Di sebuah ruangan mewah di Riyadh, Cristiano Ronaldo, sang megabintang, mengangkat teleponnya dan menelepon seseorang. Di seberang sana bukanlah sponsor atau agen properti, melainkan sebuah nama yang pernah ia bimbing di Manchester United, seorang talenta luar biasa yang kariernya nyaris padam. Dia adalah Mason Greenwood. Tawarannya sederhana, namun bisa mengguncang dunia sepak bola.Â
"Ayo, bergabunglah denganku di Al Nassr. Bangun kembali kariermu di sini, bersamaku."
Tawaran dari seorang GOAT, didukung oleh pundi-pundi uang yang seolah tak ada habisnya dari Arab Saudi. Siapa yang bisa menolaknya? Jawabannya, ternyata, adalah Mason Greenwood sendiri. Sebuah penolakan yang bukan sekadar berita transfer, melainkan sebuah pernyataan kuat tentang ambisi, penebusan, dan jalan terjal yang sengaja ia pilih.
Mason Greenwood tolak reuni dengan Ronaldo di Al Nassr. Ia memilih ambisi penebusan di Eropa daripada godaan uang besar dari Liga Arab Saudi. - Tiyarman Gulo
Kelahiran Kembali Sang Fenomena yang Terluka
Untuk memahami betapa besarnya penolakan ini, kita harus memutar waktu sedikit. Nama Mason Greenwood beberapa tahun lalu identik dengan "masalah". Diterpa badai kontroversi dan kasus hukum yang hampir menghancurkan kariernya di Manchester United, ia menjadi sosok yang terbuang. Pintu seolah tertutup di Inggris, dan masa depannya tampak suram.
Lalu, datanglah Olympique Marseille. Klub Prancis itu memberinya sebuah kesempatan kedua, sebuah pelampung di tengah lautan badai. Dan Greenwood? Ia membayar kepercayaan itu dengan lunas. Di bawah hangatnya matahari Mediterania, ia menemukan kembali sentuhan magisnya. Lari kencangnya kembali, tendangan geledek dua kakinya kembali meneror pertahanan lawan.
Musim ini, ia seolah terlahir kembali. Laporan menyebutkan performanya begitu tajam, menjadi mesin gol dan assist yang diandalkan Marseille. Ia tidak lagi berjalan dengan kepala tertunduk. Di atas lapangan hijau, Greenwood kembali menjadi predator buas yang pernah membuat para penggemar di Old Trafford berdecak kagum. Kebangkitan ini, tentu saja, tidak luput dari pantauan klub-klub besar. Termasuk dari seorang kawan lama.
Ketika Sang Mentor Memanggil dari Padang Pasir
Di sinilah cerita menjadi semakin menarik. Al Nassr, klub yang diperkuat Cristiano Ronaldo, dilaporkan oleh Marca menempatkan nama Greenwood di puncak daftar belanja mereka. Ini bukan sekadar rumor iseng. Ketertarikan ini datang dari rekomendasi langsung sang kapten sendiri, Cristiano Ronaldo.
Hubungan Ronaldo dan Greenwood lebih dari sekadar rekan setim. Mereka pernah berbagi ruang ganti dan lapangan dalam 17 pertandingan di Manchester United. Ronaldo, dengan statusnya sebagai legenda hidup, adalah mentor bagi banyak pemain muda, termasuk Greenwood. Ia melihat langsung potensi mentah yang dimiliki pemuda Inggris itu.
Tawaran Al Nassr bukan sekadar ajakan biasa. Itu adalah sebuah paket komplet impian.
Reuni dengan Sang Mentor. Kesempatan bermain lagi di sisi Ronaldo, belajar darinya setiap hari.
Gaji Fantastis. Sudah menjadi rahasia umum, Liga Arab Saudi menawarkan gaji yang bisa mengubah hidup, jauh di atas standar Eropa.
Status Bintang. Ia akan diproyeksikan sebagai salah satu wajah baru liga, bebas dari tekanan media Eropa yang sering kali kejam.
Bagi pemain yang baru saja merangkak dari titik terendah kariernya, tawaran ini seharusnya menjadi jalan keluar yang sempurna. Sebuah jalan tol menuju stabilitas finansial dan ketenangan.
Penolakan Mengejutkan yang Bernama Ambisi
Namun, asa Ronaldo untuk bereuni harus bertepuk sebelah tangan. Jawaban Greenwood, menurut sumber yang sama, adalah "tidak". Sebuah kata singkat yang mengandung makna begitu dalam. Greenwood dikabarkan tidak tertarik pindah ke Timur Tengah. Hatinya, pikirannya, dan ambisinya masih tertambat kuat di Eropa.
Mengapa? Keputusan ini adalah sebuah deklarasi. Greenwood tidak hanya ingin bermain sepak bola; ia ingin menebus namanya di panggung terbesar. Ia tahu bahwa pengakuan sejati, trofi paling bergengsi (Liga Champions, liga top Eropa), dan pembuktian mutlak atas talentanya hanya bisa diraih di benua biru. Pindah ke Arab Saudi mungkin akan membuatnya kaya raya, tapi bisa jadi akan mengubur mimpinya untuk membuktikan bahwa semua orang yang pernah meragukannya salah.
Ia ingin menghadapi tantangan terberat, melawan bek-bek terbaik dunia, dan mengangkat trofi yang paling berarti. Ini adalah api penebusan yang membara lebih panas daripada godaan uang. Dengan kontraknya di Marseille yang masih panjang hingga 2029, ia memegang kendali atas takdirnya dan memilih jalan yang lebih terjal namun lebih memuaskan secara pribadi.
Tsunami Finansial yang Ditolak Greenwood
Untuk benar-benar memahami skala keputusan Greenwood, kita perlu melihat lanskap sepak bola saat ini. Liga Arab Saudi bukan lagi sekadar liga pensiunan. Mereka punya ambisi gila. Menjadi salah satu dari lima liga top dunia.
Tren ini dimulai oleh Ronaldo. Kepindahannya ke Al Nassr membuka gerbang bendungan. Para bintang top Eropa pun menyusul. Karim Benzema, Sadio Man, N'Golo Kant, Roberto Firmino. Mereka semua tergoda oleh magnet finansial yang tak tertandingi.
Seberapa gila kekuatan uang mereka? Lihat saja rumor terbaru yang mengincar Vinicius Junior dari Real Madrid. Kabarnya, sebuah klub Arab Saudi siap menebusnya dengan mahar 300 juta euro (sekitar Rp 5,7 triliun!), menjadikannya pemain termahal sepanjang sejarah, mengalahkan rekor Neymar. Tidak hanya itu, Vini Jr. juga diiming-imingi gaji 200 juta euro per musim.
Inilah jenis kekuatan finansial yang sedang ditolak oleh Mason Greenwood. Ia sadar betul bahwa tawaran dari Al Nassr, meski mungkin tidak sebesar untuk Vini Jr., tetaplah sebuah angka yang bisa mengamankan hidup tujuh turunannya. Namun, ia memilih untuk berkata tidak.
Di Persimpangan Antara Warisan dan Kekayaan
Kisah Mason Greenwood kini menjadi sebuah cermin bagi dilema sepak bola modern. Di satu sisi, ada jalan pintas menuju kekayaan tak terhingga di liga yang sedang membangun citranya. Di sisi lain, ada jalan berbatu penuh tantangan di Eropa, yang menjanjikan sebuah warisan abadi dan penebusan sejati.
Penolakannya terhadap rayuan Ronaldo dan Al Nassr adalah pertaruhan besar pada dirinya sendiri. Ia bertaruh bahwa talentanya cukup untuk membawanya kembali ke puncak tertinggi sepak bola Eropa. Apakah ini keputusan yang naif atau justru sebuah langkah jenius dari seorang pemuda yang telah belajar dari kesalahan masa lalunya?
Hanya waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, dengan satu kata "tidak", Mason Greenwood telah menulis babak baru yang paling menarik dalam kisah kariernya. Sebuah babak yang bukan tentang uang, melainkan tentang api ambisi yang menolak untuk padam.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI