Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Branding Lebih Penting dari Minta Maaf

2 Agustus 2025   16:41 Diperbarui: 2 Agustus 2025   16:41 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adu Pendidikan Deddy Corbuzier vs Timothy Ronald. (Instagram) 

Sekarang, coba kita gabungkan kepingan puzzle ini.

  1. Pola Perilaku dengan Membuat pernyataan kontroversial yang menyederhanakan masalah kompleks dan menyinggung kelompok tertentu (anti-gym, anti-vegetarian).

  2. Persona Publik dengan Membangun "branding" sebagai sosok yang "brutal honesty", tidak peduli dengan perasaan orang lain, dan menganggap dirinya berada di atas pemikiran konvensional.

  3. Koneksi Langsung dengan Adanya "gesekan" sebelumnya antara Deddy dan Timothy terkait pernyataan kontroversial.

Ketika Deddy menceritakan tentang teman yang menghina vegetarian dan menolak minta maaf demi "branding", deskripsi itu terasa seperti cetak biru dari persona publik Timothy Ronald. Warganet tidak menuduh tanpa alasan; mereka hanya mengenali sebuah pola yang sudah sangat jelas terlihat.

Anatomi "Branding Anti-Minta Maaf"

Di sinilah kita sampai pada inti permasalahan. Insiden ini adalah puncak gunung es dari sebuah ideologi yang semakin merajalela di kalangan influencer generasi baru: branding adalah segalanya, bahkan jika harus mengorbankan karakter.

Apa Sebenarnya "Branding Kontroversial" Itu?

Sederhananya, ini adalah strategi marketing. Di lautan konten yang tak berujung, cara tercepat untuk mendapatkan perhatian adalah dengan menjadi yang paling berisik. Bukan dengan menciptakan karya yang paling bernilai, tapi dengan melontarkan pernyataan yang paling mengejutkan. Kontroversi adalah jalan pintas menuju engagement. Setiap komentar marah, setiap artikel yang membahas, setiap debat kusir, semuanya menaikkan metrik. Sang influencer tidak menjual produk atau jasa, mereka menjual sensasi. Mereka membangun citra sebagai "pemberontak" atau "orang pintar yang berani beda", dan para pengikutnya yang merasa terwakili akan menjadi tameng hidup mereka.

Psikologi di Balik Penolakan Minta Maaf

Mengapa kata "maaf" begitu menakutkan bagi mereka?

  1. Dianggap Kelemahan. Dalam arsitektur branding "alpha" atau "edgy", mengakui kesalahan sama dengan menunjukkan kelemahan. Itu akan meruntuhkan fasad superioritas yang telah mereka bangun. Minta maaf berarti tunduk pada tekanan publik, sesuatu yang tabu bagi citra "anti-mainstream".

  2. Merusak Echo Chamber. Influencer ini hidup dalam gelembung persetujuan. Pengikut mereka memuji setiap pernyataan kontroversial sebagai "kejujuran yang brutal". Minta maaf akan mengecewakan basis penggemar inti ini dan dianggap sebagai pengkhianatan terhadap "prinsip" yang selama ini mereka elu-elukan.

  3. Kalkulasi Dingin. Mereka tahu bahwa drama akan mereda. Dengan tidak meminta maaf, mereka mempertahankan citra "keras kepala" mereka, dan beberapa minggu kemudian, mereka bisa menciptakan kontroversi baru. Bagi mereka, reputasi jangka panjang tidak sepenting lonjakan perhatian jangka pendek.

Benturan Dua Generasi Media

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun