Indonesia? Terlalu sering gonta-ganti kurikulum. Menteri ganti, visi berubah. Inovasi pendidikan pun kadang jadi korban eksperimen.
Stabilitas Politik dan Ekonomi
Stabilitas Malaysia di masa-masa awal pembangunan memberi fondasi kuat untuk tumbuh. Era Mahathir penuh kontroversi, tapi beliau punya rencana jangka panjang dan tahu apa yang harus dilakukan.
Indonesia? Kita sempat mengalami guncangan besar,
- Krisis 1998.
- Transisi Orde Baru ke Reformasi.
- Konflik horizontal dan politik identitas.
Tentu demokrasi kita sangat penting, tapi tanpa arah pembangunan yang jelas, demokrasi bisa kehilangan makna pembangunan.
Kebijakan Afirmatif
Malaysia punya kebijakan NEP (New Economic Policy) sejak 1971, yang fokus pada peningkatan kesejahteraan bumiputera (pribumi). Meskipun kontroversial, hasilnya jelas,
- Orang Melayu naik kelas.
- Kelas menengah tumbuh.
- Konsumsi domestik jadi kuat.
Indonesia belum punya program afirmatif nasional sejelas itu. Kita masih sibuk debat, apakah adil atau tidak, lupa bahwa ketimpangan akut juga bisa menimbulkan konflik sosial yang dalam.
Malaysia Relatif Lebih Bersih
Menurut CPI dari Transparency International, Malaysia biasanya berada 10--20 peringkat di atas Indonesia. Kasus 1MDB memang bikin geger, tapi sistem Malaysia tetap menunjukkan taringnya. Elite diproses, transparansi dijaga.
Indonesia? Skor korupsi stagnan. Bahkan kadang lembaga pemberantasan korupsi dilemahkan. Bagaimana rakyat bisa percaya kalau tikus justru makin lihai di gudang beras?
Refleksi: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Malaysia tidak sempurna. Tapi mereka punya,
- Konsistensi kebijakan.
- Skala yang realistis.
- Komitmen pada pendidikan.
- Pengelolaan SDA yang rapi.
- Stabilitas politik dan ekonomi.
Sementara kita, Indonesia, punya,
- Populasi dan pasar besar.
- SDA melimpah.
- Kekuatan budaya yang luar biasa.
- Generasi muda yang kreatif.
Kita tidak kekurangan potensi. Yang kita butuhkan adalah keseriusan dan kemauan politik.