Bahkan, beberapa negara yang sebelumnya menerapkan hukuman mati untuk kejahatan tertentu kini menghapusnya dan menggantinya dengan hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat.
Selain itu, beberapa negara yang menerapkan hukuman mati terhadap koruptor tetap mengalami tingkat korupsi yang tinggi.Â
Hal ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi tidak semata-mata bergantung pada beratnya hukuman, melainkan pada efektivitas sistem hukum dan penegakannya.
Efektivitas Hukuman Mati dalam Pemberantasan Korupsi
Pendukung hukuman mati berpendapat bahwa penerapan hukuman ini dapat menimbulkan efek jera yang kuat.Â
Korupsi merugikan negara dalam jumlah besar dan berdampak buruk terhadap kesejahteraan rakyat, sehingga pelakunya dianggap layak menerima hukuman setimpal.
Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa hukuman mati tidak selalu efektif sebagai alat pencegahan kejahatan korupsi. Misalnya, beberapa negara di Asia yang menerapkan hukuman mati tetap menghadapi tingkat korupsi yang signifikan.Â
Ini membuktikan bahwa faktor lain, seperti sistem pengawasan, transparansi birokrasi, dan budaya hukum, memiliki peran yang lebih besar dalam menekan angka korupsi.
Faktor utama yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi bukan hanya soal berat atau ringannya hukuman, tetapi juga kesempatan dan lemahnya sistem pengawasan.Â
Jika seorang pejabat memiliki peluang besar untuk melakukan korupsi dengan risiko yang kecil, maka hukuman seberat apa pun tidak akan mencegahnya untuk melakukan kejahatan tersebut.
Pandangan Masyarakat dan Praktisi Hukum
Di masyarakat, wacana hukuman mati bagi koruptor sering mendapat respons beragam. Banyak yang mendukungnya karena merasa bahwa korupsi adalah kejahatan yang merampas hak rakyat.Â
Namun, sebagian kalangan praktisi hukum menilai bahwa pendekatan yang lebih efektif adalah penguatan sistem hukum dan penegakan aturan yang lebih ketat, bukan semata-mata hukuman berat.