Mohon tunggu...
Titania Olivia
Titania Olivia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student of International Relations at Tanjungpura University.

Greetings, everyone. I’m Tania and currently I’m in college studying International Relations. I’ve interested with writing and here I am will pour my writing.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Palestina Diterima Menjadi Anggota Resmi PBB, Akankah Perdamaian Terwujud?

25 Mei 2024   19:30 Diperbarui: 25 Mei 2024   19:53 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bendera Palestina dan Israel | foto: istockphoto.com

Palestina dan Israel, menyebutkan namanya saja sudah cukup untuk membuat orang merasa ngeri. Begitu berat topik ini, yang telah menjadi bahan perdebatan lintas waktu dan generasi. Konflik antara kedua entitas ini memiliki akar sejarah yang bisa ditelusuri hingga ribuan tahun. Seolah-olah, ini adalah konflik yang tidak pernah berakhir, seperti sebuah film yang tidak memiliki akhir. 

Namun, pada hari Jumat, 10 Mei 2024, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mayoritas suara memutuskan untuk memberikan hak tambahan kepada Palestina dalam lembaga internasional ini dan mendukung upaya mereka untuk menjadi anggota penuh. Dalam pemungutan suara yang digelar, sebanyak 9 negara menolak dan 25 negara abstain. Adapun sebanyak 143 negara mendukung Palestina menjadi anggota penuh PBB, termasuk Indonesia. Keputusan ini membawa harapan baru bagi Palestina. 

Namun, pertanyaannya tetap, apakah dengan menjadi anggota penuh PBB, perdamaian antara Palestina dan Israel akan terwujud?

Akar Konflik

Konflik ini memiliki akar yang sangat dalam. Sejak pendirian Israel pada 14 Mei 1948, ketegangan dengan negara-negara Arab sudah terasa. Deklarasi perang oleh lima negara Timur Tengah sehari setelah pengumuman kemerdekaan Israel di Tel Aviv menandai awal mula permusuhan yang berlanjut hingga sekarang. 

Kekalahan aliansi negara Arab mengakibatkan sekitar 700.000 warga Palestina diusir dan terpaksa mengungsi, menciptakan masalah pengungsi yang masih belum terselesaikan hingga hari ini. 

Di sisi lain, sekitar 800.000 warga Yahudi juga diusir dari negara-negara Arab dan wilayah Palestina, yang kemudian bermigrasi ke Israel. Konflik ini tidak hanya tentang tanah dan kedaulatan, tetapi juga tentang hak asasi manusia dan keadilan sejarah. 

Sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967, Tepi Barat dan Jalur Gaza berada di bawah pendudukan Israel. Israel menganggap bahwa keamanan adalah syarat mutlak untuk perdamaian dan normalisasi diplomasi dengan negara-negara Arab. Namun, bagi Palestina, pendudukan ini adalah akar dari banyak penderitaan mereka. Peneliti politik seperti Margaret Johansen dari Hamburg menganggap bahwa meskipun kebencian dan dendam begitu mendalam, perdamaian masih mungkin tercapai jika kedua belah pihak bersedia untuk berkompromi dan mediasi. 

Padamnya Solusi Dua Negara

Solusi Dua Negara pernah menjadi landasan setiap upaya perdamaian di Timur Tengah. Namun, dukungan publik terhadap solusi ini semakin menipis, baik di pihak Israel maupun Palestina. Menurut jajak pendapat oleh Pew Research Center, hanya sepertiga warga Israel yang menganggap kehidupan damai dengan Palestina mungkin. Di sisi Palestina, hanya seperempat yang masih percaya pada Solusi Dua Negara, padahal jumlahnya mencapai enam puluh persen satu dekade lalu. Mairav Zonzsein dari International Crisis Group tetap melihat Solusi Dua Negara sebagai gagasan terbaik, tetapi realisasinya bergantung pada kesiapan pihak-pihak terkait dan dunia internasional untuk menginvestasikan kapital politik dan energi mereka. 

Meskipun keputusan PBB untuk memberikan hak tambahan kepada Palestina adalah langkah simbolis yang penting, tantangan nyata masih menghadang. Amerika Serikat, sekutu dekat Israel dan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB dengan hak veto, menentang pengakuan negara Palestina di luar perjanjian bilateral antara Palestina dan Israel. Sikap ini memperlihatkan betapa kompleksnya dinamika politik internasional dalam menyelesaikan konflik ini. Bahkan dengan dukungan mayoritas di Majelis Umum PBB, upaya Palestina untuk menjadi anggota penuh masih terhalang oleh veto Amerika. 

Sementara itu, di lapangan, kekerasan dan ketegangan terus berlangsung. Jumlah korban tewas di Palestina mencapai 24.100 hingga Januari 2024, dan serangan dari kedua belah pihak terus terjadi tanpa ada tanda-tanda akan berhenti. 

Menurut data dari media Turki Anadolu Agency, jumlah korban tewas Palestina akan terus bertambah karena Israel, dengan dukungan Amerika, menggencarkan serangan ke Palestina. Amerika dan Israel enggan melakukan gencatan senjata, memperburuk situasi dan menyebabkan penderitaan yang tak terbayangkan bagi warga sipil. 

Lebih lanjut, tindakan kekejaman Israel terhadap warga Palestina telah memicu kritik internasional. Penembakan terhadap demonstran, penghancuran rumah, dan blokade di Gaza yang membatasi akses ke kebutuhan dasar seperti makanan dan obat-obatan adalah contoh nyata dari pelanggaran hak asasi manusia. 

Menurut berbagai laporan dari organisasi hak asasi manusia, tindakan Israel sering kali berlebihan dan tidak proporsional, mengorbankan banyak nyawa sipil yang tak berdosa. Sikap Israel yang terus menerus mengabaikan seruan internasional untuk menghentikan pendudukan dan kekerasan menunjukkan kurangnya komitmen mereka terhadap perdamaian sejati. Banyak pihak melihat bahwa tanpa adanya tekanan yang signifikan dari komunitas internasional, Israel akan terus melanjutkan kebijakan represifnya terhadap Palestina. 

Akankah Tercipta Perdamaian?

Meskipun tantangan besar masih menghadang, dukungan internasional untuk Palestina terus menguat. Keputusan PBB memberikan hak tambahan kepada Palestina adalah langkah simbolis yang menunjukkan solidaritas internasional. Namun, untuk mencapai perdamaian yang nyata, diperlukan usaha yang lebih besar dari semua pihak, termasuk mediasi dari kekuatan baru seperti Cina, India, dan negara-negara Afrika. 

Perdamaian di Timur Tengah mungkin tampak seperti mimpi yang jauh, tetapi tidak ada yang mustahil jika ada kemauan dan komitmen untuk menyelesaikan konflik ini dengan cara yang adil dan manusiawi. Dunia berharap bahwa suatu hari, Palestina dan Israel dapat hidup berdampingan dalam damai, menghormati hak-hak satu sama lain, dan membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang. 

Perjalanan Palestina menuju keanggotaan penuh PBB adalah langkah penting menuju pengakuan internasional yang lebih besar. Namun, apakah ini akan membawa perdamaian yang diimpikan oleh banyak orang? Hanya waktu yang bisa menjawabnya. Apa yang pasti adalah bahwa dunia internasional harus terus mendukung upaya perdamaian dan keadilan di wilayah tersebut, memastikan bahwa suara setiap individu, baik Palestina maupun Israel, didengar dan dihormati.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun