Mohon tunggu...
Lalondong
Lalondong Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Asing itu Asing?

22 Juli 2018   19:35 Diperbarui: 23 Juli 2018   03:39 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini juga bisa kamu baca di: Bahasa Asing itu Asing?

Bisa berbahasa asing dengan lancar adalah impian setiap orang (mungkin bukan setiap orang, tapi sebagian orang pasti ingin menguasai satu atau lebih bahasa). Contohnya siapa yang tidak ingin bisa berbahasa Spanyol dengan lancar agar bisa dengan PD menggombal wanita (kalau yang di gombal itu cewek Indonesia yang ga ngerti bahasa Spanyol mungkin mereka pikir kamu sudah gila!).

Jika saja saya bisa berbahasa Italia dengan fasih mungkin setiap hari saya akan bercakap-cakap layaknya pemain bola Italia sambil mangayun-ngayunkan tangan yang berbentuk paruh ayam yang dibalik, tapi sayang sekali saya cuman tau kata "pronto" yang artinya Halo jika di bahasa Indonesia-kan.

Kebanyakan orang pun sudah sangat puas jika bisa berbahasa Inggris dengan baik, maksud saya bahasa internasional yang satu ini memang sudah menjadi "kewajiban" jika ingin selamat dalam dunia kerja seperti saat sekarang ini.

Tapi ada beragam bahasa di luar sana yang sangat menarik untuk dipelajari, contohnya saja adalah bahasa Jepang. Bahasa yang satu ini sangatlah unik, mulai dari tata penulisan bahasa, lafal atau pengucapannya hingga kalimat atau kata-kata unik yang tidak dapat ditemukan dalam bahasa manapun.

Awal mula ketertarikan dengan bahasa Jepang

Saya sendiri sudah sangat tertarik dengan budaya Jepang sejak dari kecil. Dulu ketika jaman SD saya sering menghabiskan waktu hinga berjam-jam di depan TV hanya untuk menonton "anime" (kartun versi Jepang) favorit saya bersama dengan teman-teman saya. Salah satunya adalah Rurouni Kenshin atau yang kebanyakan orang Indonesia kenal sebagai Samurai X (Kenshin adalah karakter utama yang memiliki tanda Silang atau X di pipi sebela kirinya). Bahkan sempat saya berangan-angan jika saja bisa hidup di dunia kartun atau anime dan menjadi seperti Kenshin.

Dan karena "kenyataan" yang begitu pahit hingga akhirnya saya sadar bahwa dunia fantasi seperti itu tidak akan pernah ada, sayapun melanjutkan kehidupan seperti biasanya. Hingga suatu hari, setelah 2 bulan tamat dari pendidikan terakhir saya (S1) alias waktu itu memang masih pengangguran, saya di telpon oleh Ayah saya yang mengatakan bahwa (sebut saja) si Mr. X yang merupakan sahabat-nya menawarkan kesempatan untuk mengikuti salah satu program magang kerja di Jepang. Dan yah, tanpa pikir panjang dengan iming-iming gaji yang tinggi (walaupun yang pertama kali terbenak dalam pikiran saya waktu itu adalah "Yes, Akhirnya ada kesempatan bisa melihat langsung cewek Jepang, eh maksudnya budaya Jepang...") saya langsung meng-Iya kan tawaran tersebut.

Ngejemur baju dan futon di lantai atas Senta (pusat pelatihan bahasa di Ibaraki, Jepang)
Ngejemur baju dan futon di lantai atas Senta (pusat pelatihan bahasa di Ibaraki, Jepang)
Singkat cerita setelah bertemu dan berdiskusi dengan Mr. X, akhirnya saya diberangkatkan ke Bali untuk mendapatkan pendidikan bahasa selama 3-4 bulan sebelum di berangkatkan ke Jepang. Waktu itu saya sama sekali tidak mengerti bahasa Jepang sehingga perlu beberapa bulan pelatihan bahasa terlebih dahulu.

Kabuki - Salah satu budaya pertunjukan dari Jepang (source: goinjapanesque.com)
Kabuki - Salah satu budaya pertunjukan dari Jepang (source: goinjapanesque.com)
Setelah sekiar 7 bulan berada di Bali, tepat pada tanggal 16 September 2016, pukul 22.00 (10 PM) malam -- saya terbang dari bandara internasional Ngurah Rai di Bali menuju bandara Narita, Tokyo. Kenapa sampai perlu 7 bulan sebelum bisa berangkat ke Jepang? Ya, sebut saja ada beberapa masalah di "training ground" yang membuat keberangkatan saya tertunda beberapa bulan lamanya.

Tapi semua itu terbayar ketika saya keluar dari "Exit Gate" bandara di Narita, Tokyo yang sebelumnya sudah bertemu dengan jemputan seorang Sensei yang saya lupa namanya, terbayar ketika menghirup udara Jepang untuk pertama kalinya, ketika leher saya merasakan hembusan angin yang jauh lebih dingin dibandingkan dengan yang saya rasakan selama 7 bulan terakhir di Bali, sambil melihat sekeliling bandara yang suasananya sudah sangat jauh berbeda dan dalam hati saya berkata "Ini bukan Indonesia, iya ini Jepang. Benar-benar Jepang"- it's all worth it man.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun