Pada 20 Maret 2025, Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk membubarkan Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengembalikan kewenangan pendidikan kepada pemerintah negara bagian dan lokal. Namun, langkah ini memicu perdebatan besar, terutama dari sudut pandang hukum tata negara.
Apakah Presiden Bisa Membubarkan Departemen Pendidikan Sendiri?
Dalam sistem ketatanegaraan Amerika Serikat, presiden memang memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah eksekutif. Namun, membubarkan sebuah departemen federal seperti Departemen Pendidikan tidak bisa dilakukan hanya dengan perintah presiden. Departemen ini dibentuk melalui undang-undang yang disahkan oleh Kongres pada tahun 1979, sehingga pembubarannya pun harus melalui proses legislatif yang sama. Jika Kongres menolak untuk mengesahkan pembubaran ini, maka perintah eksekutif Trump bisa menjadi tidak efektif atau bahkan bertentangan dengan konstitusi.
Pelanggaran Prinsip Pemisahan Kekuasaan?
Selain itu, keputusan ini menimbulkan pertanyaan mengenai prinsip pemisahan kekuasaan dan mekanisme checks and balances. Amerika Serikat menganut sistem di mana kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus saling mengawasi agar tidak ada yang menyalahgunakan wewenang. Kongres memiliki peran penting dalam menentukan struktur dan kebijakan pemerintahan federal. Jika presiden bisa membubarkan sebuah departemen hanya dengan perintah eksekutif, maka keseimbangan kekuasaan dapat terganggu dan berpotensi menimbulkan krisis konstitusional.
Dampak bagi Sistem Pendidikan di AS
Dampak kebijakan ini juga tidak bisa diabaikan. Departemen Pendidikan AS bertanggung jawab atas distribusi dana federal untuk pendidikan, termasuk beasiswa dan bantuan bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Jika departemen ini dihapus, alokasi dana tersebut bisa terganggu, yang pada akhirnya dapat memperburuk ketimpangan pendidikan di Amerika. Reaksi publik terhadap kebijakan ini pun beragam. Serikat guru dan kelompok pendidikan mengkritik keputusan ini karena dianggap dapat memperburuk ketidakadilan dalam akses pendidikan. Di sisi lain, kelompok konservatif mendukung langkah ini dengan alasan bahwa pendidikan lebih baik dikelola oleh pemerintah daerah dibandingkan pemerintah pusat.
Bagaimana dengan Indonesia?
Jika dibandingkan dengan Indonesia, sistem pendidikan di negara ini dikelola secara terpusat melalui kementerian yang menangani pendidikan di Indonesia, terbagi menjadi tiga: Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), dan Kementerian Kebudayaan, serta Kementerian Agama untuk pendidikan berbasis agama. Namun, dalam sistem otonomi daerah, pemerintah daerah juga memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan sekolah, meskipun kebijakan utama tetap dikontrol oleh pusat.
Jika Indonesia menerapkan model yang diusulkan Trump, di mana kewenangan pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada daerah, berbagai tantangan bisa muncul. Salah satunya adalah ketimpangan pendidikan antara daerah yang memiliki anggaran besar dengan daerah yang lebih miskin. Selain itu, kurikulum dan standar pendidikan bisa menjadi tidak seragam, sehingga kualitas pendidikan di tiap daerah akan sangat bervariasi. Tanpa kendali pusat, distribusi dana pendidikan juga bisa menjadi tidak efektif dan berisiko mengalami penyalahgunaan.
Meskipun demikian, bukan berarti sistem pendidikan di Indonesia tidak bisa diperbaiki. Agar pendidikan semakin baik, pemerintah pusat bisa memberikan lebih banyak ruang bagi daerah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan lokal, namun tetap dalam koridor standar nasional. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan juga harus diperkuat agar tidak terjadi ketimpangan atau penyalahgunaan anggaran.
Kesimpulan: Desentralisasi Pendidikan, Ya atau Tidak?
Pembubaran Departemen Pendidikan AS yang dilakukan Trump menjadi contoh ekstrem dari desentralisasi pendidikan yang dapat membawa dampak luas. Dalam perspektif hukum tata negara, langkah ini menantang prinsip pemisahan kekuasaan karena melangkahi kewenangan Kongres. Sementara itu, di Indonesia, meskipun ada unsur desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan, tetap diperlukan peran pemerintah pusat untuk menjaga standar dan pemerataan pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan sebaiknya mencari keseimbangan antara desentralisasi dan kendali pusat agar tetap efektif dan inklusif bagi seluruh masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI