Di awal perkembangannya, Â komunikasi internasional berfokus mengkaji informasi dan arus pesan yang disampaikan dari satu negara ke negara lainnya. Namun, perlahan-lahan teori-teori mengenai komunikasi internasional mulai berkembang lebih jauh lagi yang didorong oleh perubahan ekonomi dan sosial yang pesat akibat adanya Revolusi Industri di Eropa saat itu.Â
Bangsa-bangsa pada saat itu mulai meyakini bahwa komunikasi sangatlah dibutuhkan untuk memperluas paham kapitalisme dan kekaisaran hingga munculah teknik propaganda dan sebuah paradigma internasional Free and Flow Information yang mendalami isu globalisasi, privatisasi dan imperialisme media.
Fokus dari komunikasi internasional pun mulai bergeser dengan adanya penemuan berupa teknologi informasi dan komunikasi yang baru, hal ini pun juga berpengaruh dalam berubahnya interaksi antarindividu atau antarbangsa. Karena kecepatan dan jangkauan teknologi itu berdampak secara sosial dan budaya yang mana munculah sebuah "massa".Â
Dalam proses komunikasi internasional, massa ini tidak lagi dipengaruhi oleh aktor-aktor negara secara langsung melainkan melalui produk-produk sebuah media seperti berita, iklan, film, program TV dll). Pergeseran ini membuat istilah komunikasi internasional menjadi kurang pas jika melihat perkembangannya dewasa ini, sehingga mulailah dikenal istilah komunikasi global (Global Communication) dengan dasar bahwa Free and Flow Information tidak memiliki arus informasi yang bebas dan seimbang seperti yang digadang-gadang.
Dalam istilah Global Communication terdapat perluasan ruang lingkup isu dari komunikasi internasional, istilah ini memungkinkan negara-negara berkomunikasi dengan lebih luas dan dinamis. Fokus kajiannya pun tidak lagi melulu tentang politik dan keamanan, namun lebih pada hal luas dan global yang mencakup isu yang menjadi perhatian dan pemikiran bersama. Menurut pemahaman Marxis, inti dari komunikasi internasional adalah kekuasaan dimana kekuasaan inilah yang menjadi yang menjadi instrumen kontrol bagi para penguasa media atau dengan kata yang lebih sederhana, para penguasa yang memiliki kuasa atas media tersebutlah yang mempunyai kendali penuh dalam mengendalikan pemikiran kita.
Free flow of information
Tidak seperti namanya, Free Flow Of Information tidaklah benar-benar menyediakan informasi yang berarus bebas, melainkan informasi yang disebarkan cenderung berpihak dan tidak benar-benar seimbang. Setelah Perang Dunia II, terbentuklah negara-negara sosisalis dan terjadinya kapitalisme pasar yang bipolar yang menjadikan teori-teori komunikasi internasional sebagai sebuah wacana Perang Dingin.Â
Bagi negara kapitalis dan pendukungnya, komunikasi internasioal digunakan untuk mempromosikan demokrasi, kebebasan berekspresi dan pasar. Sedangkan bagi kaum Marxis, diperuntukan untuk peraturan negara yang lebih besar pada saluran media dan komunikasi. Pada akhirnya, arus informasi bebas lebih berkembang menjadi arus utara ke selatan dan barat ke timur tetapi tidak ada arus informasi yang seimbang dari timur ke barat atau dari selatan ke utara.
Informasi aliran bebas ini sebenarnya adalah wacana barat, terutama AS yang digunakan dalam maksud untuk aktivitas propaganda terhadap lawan komunisnya.Â
Doktrin ini adalah sebuah wacana pasar bebas dan liberal yang pada dasarnya memberi keleluasaan pemilik media dalam menjual komoditas mereka melalui sebuah media. Mengambil contoh saat ini, media cendrung tekonsentrasi ke Barat. Stasiun televisi di Indonesia saja banyak yang membeli siaran atau program-program milik Barat, seperti acara The Voice Indonesia, Indonesian Idol, Indonesia Choice Award dll. Program berita seperti CNN, program film dan kartun pun didominasi oleh produk luar, bahkan sinetron di Indonesia pun banyak yang 'import'.
Modernization theory
Teori modernisasi ini muncul atas gagasan bahwa komunikasi massa internasional dapat digunakan untuk menyebarkan pesan modernitas dan mentransfer model ekonomi dan politik barat ke negara yang baru merdeka di selatan. Menurut Daniel Lerner, kontak dengan media media mampu mengubah pola pikir masyarakat tradisional menuju pola pikir yang lebih modern. Dengan papara media, mereka cenderung perlahan-lahan akan terlepas dari tradisinya, lalu mulai menilai kembali gaya hidup mereka yang tradisional tersebut hingga muncul rasa atau keinginan menuju cara hidup yang baru dan modern.
Dengan adanya paparan media saat ini mampu mempercepat perkembangan transformasi sosial dan ekonomi yang memakan waktu yang lama karena rasa takut masyarakat tradisional terhadap perubahan, menjadi lebih cepat dan mulus. Contoh seperti masyarakat desa yang terbiasa menanam padi dengan cara tradisional, dengan pembajak menggunakan tenaga kerbau yang memakan waktu lama mulai beralih ke teknologi traktor mesin karena melihat iklan yang tayang setiap hari di televisi. Mereka mempertimbangkan waktu dan hasil panen yang diperoleh lebih banyak dan berkualitas dibandingkan menggunakan pembajak sawah tenaga kerbau.
Dependency theory
Teori ketergantungan muncul di Amerika Latin pada akhir 1960-an dan 1970-an, sebagian sebagai konsekuensi dari situasi politik di benua itu, dengan meningkatnya dukungan AS untuk pemerintahan otoriter sayap-kanan, dan sebagian kalangan elit terdidik dengan realitas gagalnya pendekatan developmentalist. Tujuan dari teori ini adalah untuk membentuk jaringan ketergantungan antara perusahaan transnasional negara maju terhadap negara-negara berkembang yang disetujui oleh pemerintah negara masing-masing. Perusahaan tersebut akan menetapkan syarat perdagangan global, mendominasi pasar, sumber daya, produksi dan tenaga kerja.
Dalam industri komunikasi internasional, negara-negara dominan cenderung mengejar kepentingan komersial dengan menciptakan ketergantungan terhadap  produk-produk peranngkat keras dan lunak komunikasi dan media besutannya di negara berkembang, yang kerap didorong juga oleh kepentingan militer dan politik negara dominan tersebut. Seperti halnya AS yang menjual produk Apple nya di Indonesia dengan desain dan kecanggihan yang ditayarkan produk tersebut menjadikan AS mendapat peran utama dalam mengontrol dan mengembangkan sistem komunikasi global berbasis elektronik.Â
Untuk menarik perhatian sasarannya, produsen Apple tersebut memanfaatkan iklan sebagai gerakan komersialisasi mereka. Perhatikan saja, iklan produk ini dapat kita temui diseluruh media komunikasi seperti di televisi, surat kabar, baliho dan sosial media bahkan tidak hanya mereka yang mengiklankan, kita tanpa sadar turut andil dalam menjajakannya sehingga apa yang kita butuhkan akan tertuju ke produk tersebut. Butuh laptop? Beli Macbook, Ponsel? Ada Iphone. Dengan ketergantungan tersebut, menaikkan permintaan terhadap produk tersebut, sehingga mengharuskan mengimpor dalam skala besar. Tidak hanya produk mereka saja yang diimpor, gaya hidup Amerika kapitalis pun ikut diimpor oleh konsumen.
Structural imperialism
Yang dimaksud imperalisme terstruktur disini adalah hubungan-hubungan yang terjalin berdasar kepentingan para elit di negara maju dengan sesama elit dari negara lainnya. Hubungan inilah yang menjadi jembatan bagi negara pusat seperti AS mempertahankan dominasi ekonomi dan dan politiknya atas negara 'pinggiran' seperti Indonesia atau atas pinggirannya sendiri (bagian amerika yang kurang maju). Dalam hal ini, nilai dan sikap kelompok elit lebih dekat dengan elit lain di negara maju daripada dengan kelompok di negaranya sendiri.
Ada dua prinsip interaksi dalam teori ini, yaitu Vertikal yang mana kekuasaan ada di tangan negara yang maju, ke negara yang kurang maju dan Feudal yaitu ada interaksi disetiap jari-jarinya, dari pinggiran ke pusat tetapi tidak disepanjang tepinya. Dari satu negara ke negara yang lain. Misalnya, negara-negara berkembang mendapat informasi tentang AS, tapi sedikit informasi mengenai sesama negara berkembang. Pada struktur feodal ini, negara-negara 'pinggiran' terikat oleh aturan-aturan yang dibuat pusat dengan cara-cara tertentu. Informasi yang berasal dari negara inti (misal AS) akan disebarkan dengan porsi yang berbeda, tergantung arus modal dan perdagangan, sejarah dan ikatan kolonial.
Peran media massa sebagai instrumen di AS dalam menyampaikan sebuah berita harus melewati beberapa 'filter' , termasuk ukuran, kepemilikan terkonsentrasi dan orientasi laba perusahaan media; ketergantungan besar mereka pada iklan dan ketergantungan pada sumber-sumber bisnis dan pemerintah untuk informasi; dan keseluruhan ideologi dominan di mana mereka beroperasi sehingga 'layak diberitakan'.
Hegemony
Konsepsi hegemoni Gramsci berakar pada gagasan bahwa kelompok sosial yang dominan dalam suatu masyarakat memiliki kapasitas untuk melatih arah intelektual dan moral atas masyarakat secara luas dan untuk membangun sistem baru dari aliansi sosial untuk mendukung tujuan-tujuannya. kekuatan militer tidak selalu merupakan instrumen terbaik untuk mempertahankan kekuasaan bagi kelas penguasa, tetapi cara yang lebih efektif untuk menggunakan kekuasaan adalah dengan membangun persetujuan oleh kontrol ideologis dari produksi dan distribusi budaya.
 sistem semacam itu ada ketika kelas sosial yang dominan memberikan moral dan kepemimpinan intelektual - melalui kontrolnya terhadap lembaga-lembaga seperti sekolah, lembaga keagamaan dan media massa - di atas kelas-kelas serumpun dan bawahan. Contoh seperti Presiden Jokowi, dengan ciri khas nya yang sederhana, kalem, lemah lembut dan berlatar belakang Jawa sudah menjadil modal kuat dirinya dalam mengambil hati masyarakat Indonesia yang masyarakat dominannya adalah orang Jawa.Â
Dengan kegiatan beliau yang datang ke sebuah sekolah membagikan hadiah sepeda, atau 'blusukan' ke kampung-kampung adalah bentuk menunjukan moral dan intelektualitas beliau yang kemudian disebarluaskan melalui berita di televisi. Hegemoni yang dilakukan beliau mungkin tidak disukai beberapa kalangan namun jika diperhatikan lebih dalam, tidak ada yang menentangnya dengan sungguh-sungguh, apalagi pendukungnya yang berlatar belakang sama dengan beliau.
Critical Theory
Adorno dan Horkheimer percaya bahwa produk budaya memanifestasikan praktik manajemen yang sama, rasionalitas teknologi dan skema organisasi sebagai barang industri yang diproduksi secara massal seperti mobil. Budaya yang diproduksi dan dikomodifikasikan secara industrial ini, dikemukakan, menyebabkan kemerosotan peran filosofis dari budaya. Sebaliknya, budaya yang dimediasi ini berkontribusi pada penggabungan kelas pekerja ke dalam struktur kapitalisme maju dan mereka dengan tujuan politik dan ekonomi yang dapat diwujudkan dalam sistem kapitalis tanpa menantangnya.
Dalam suatu produk budaya ekonomi kapitalis diproduksi dan dijual di pasar media sebagai komoditas dan konsumen membelinya bukan hanya karena nilai intrinsiknya tetapi sebagai pertukaran untuk hiburan atau untuk memenuhi kebutuhan psikologis mereka. Peran produsen disini menyediakan komoditas yang sesuai dengan keinginan pasar, sehingga konsumen bersifat 'legowo' dalam menerima apa yang ditawarkan oleh produsen tersebut sehingga mereka bersifat pasif dan tidak kritis dalam menanggapi isu-isu sosial politik yang penting, sehingga elitlah yang berkuasa.
Public Sphere
sosiolog Jerman Jiirgen Habermas mendefinisikan ruang publik sebagai arena, independen dari pemerintah yang didedikasikan untuk debat rasional (yaitu untuk berdebat dan diskusi yang bukan 'kepentingan', 'menyamar' atau 'dimanipulasi' ) dan yang dapat diakses masuk dan terbuka untuk diperiksa oleh warga negara. Contoh ruang publik yang dapat kita temui saat ini di televisi adalah program debat seperti Indonesia Laywer Club (ILC) yang berperan sebagai medium berdebat mengenai isu-isu yang sedang hangat, tidak hanya melibatkan aktor-aktor negara saja, namun juga dihadiri warga negara Indonesia lainnya yang dapat menyaksikan secara langsung proses debat tersebut.
Idealnya sebuah ruang publik adalah ketika terdapat akses informasi yang lebih luas, debat yang lebih terbuka, misalnya dalam ILC yang dapat bergabung dalam debat tidak hanya pejabat penting saja namun masyarakat juga bisa terlibat, dan bebas dari kepentingan bisnis dan aparatur negara.Â
Namun, tidak sedikit perusahaan media yang memanfaatkan programnya untuk monopoli kapitalis, mempromosikan kepentingan kapitalis, dan dengan demikian mempengaruhi peran mereka sebagai penyebar informasi untuk ranah publik. Dalam lingkungan yang digerakkan oleh pasar, kepedulian utama perusahaan media adalah untuk menghasilkan suatu program yang akan menarik bagi banyak khalayak yang luas dan dengan demikian menghasilkan pendapatan iklan yang maksimum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H