Apakah anda seorang penggemar sepak bola? Kalau iya, yang mana tim favorit anda? Siapa pemain jagoan anda? Jawabannya bisa beragam memang, mulai dari klub-klub besar di dataran Eropa, sampai ke klub lokal di negara sendiri. Lalu apa alasan anda menjagokan tim atau pemain tertentu? Karena prestasi? Gaya bermain? Strategi tim? Atau faktor lainnya? Pada umumnya setiap penggemar pasti akan menjawab karena prestasi yang diperoleh. (Akui saja) kalau sebuah tim sepak bola akan terlihat sangat keren saat mereka sedang mengangkat trofi juara (iya kan?!) dan seorang pemain sepak bola sangatlah keren ketika ia sedang memperlihatkan teknik mengolah bola yang brilian dan mencetak gol dengan cara yang luar biasa. Apalagi jika sampai memenangkan penghargaan pemain terbaik sedunia. Lalu dengan begitu tim dengan prestasi tertinggi dan pemain yang super ternama akan menarik banyak fans dari seluruh penjuru dunia, betul tidak?
Nah, sekarang kita kembali ke pokok pembicaraan kita, sejak kapan anda menjadi penggemar sepak bola? Semenjak Spanyol menjadi juara dunia? Sejak kapan anda menjadi penggemar sebuah tim sepak bola? Semenjak Barcelona meraih enam gelar dalam semusim atau semenjak Manchester City dibeli oleh konsorsiumnya Sheikh Mansour? Atau jangan-jangan (buat yang perempuan) semenjak anda jatuh hati pada pandangan pertama kepada pemain-pemain muda Arsenal yang ganteng-ganteng. (nah ya!)
Menjadi seorang pendukung sebuah kesebelasan tidaklah sesimpel itu, apakah orang itu dengan rutinnya menonton pertandingan tim kesayangannya setiap pekan, atau turut serta dalam perkumpulan penggemar sepak bola yang rutin memperbaharui info-info terbaru dari klub kesayangannya, atau memakai jersey dan pernak-pernik asli dari timnya itu tidaklah cukup untuk membuktikan bahwa orang itu adalah seorang penggemar sejati.
Seorang penggemar sejati tahu persis sejarah klubnya, mulai dari pertama kali berdiri, proses jatuh bangun mereka, masa-masa jaya, masa-masa sulit, sampai sekarang. Seorang penggemar sejati juga selalu mendukung dan mengkritisi (dalam bentuk yang positif tentu) timnya saat mereka sedang berjuang di kompetisi liga lokal atau bermain di kompetisi konfederasi masing-masing. Saat tim yang bersangkutan sedang dalam performa terbaik mereka dan mendominasi turnamen tentu mereka akan dipuja-puja bak dewa turun ke bumi, namun bagaimana jika tim kesayangan anda sedang terseok-seok? Di sini lah bedanya penggemar sejati dan penggemar karbitan, penggemar sejati akan selalu optimis dan mengkritisi pola permainan timnya di saat mereka sedang bermasalah, penggemar karbitan? Dia bakal diam seribu bahasa ketika timnya tertahan di papan tengah atau langsung tersisih dari kompetisi.
Lalu apa lagi yang bisa dilihat dari penggemar sejati dan penggemar karbitan? Seperti yang saya katakan sebelumnya, penggemar sejati tahu persis sejarah klubnya, sebagai contoh; penggemar Barcelona yang asli tahu persis siapa itu Andoni Zubizarreta tanpa harus googling, penggemar sejati Real Madrid tahu siapa itu Fernando Redondo dan pencetak gol tunggal Final Liga Champion tahun 1998 ke gawang Juventus (Hayo siapa? Jangan lihat google!) Predrag Mijatovic yang akrab dipanggil Pedja, lalu penggemar sejati Bayern Muenchen sama yang menjagokan timnas Jerman pasti tahu siapa itu Lothar Matthaus, Stefan Effenberg, Andreas Koepke, Rudi Voeller, sampai Bert Vogts, jangan taunya cuma Bastian Schweinsteiger ama Mesut Ozil doang!
Lalu seorang penggemar sejati Manchester United setidaknya paham akan apa yang terjadi pada anak-anak teater impian di bawah asuhan David Moyes yang sekarang hanya bisa terpaku di papan tengah, atau kenapa Barcelonanya Tata Martino tertahan di posisi tiga di bawah duo Madrid? Tidak perlu komentar yang saling menjelek-jelekkan seolah-olah anda yang paling tahu, tidak perlu juga menghina-dina seolah-olah anda yang paling benar, jawab dulu pertanyaan saya, siapa pelatih Barcelona sebelum Pep Guardiola? Siapa nama manajer Manchester United sebelum Sir Alex Ferguson? (tanpa googling) Anda yang mengaku penggemarnya tahu tidak?
Penggemar sejati sebuah klub juga tahu tipikal gaya permainan di satu tim akan berbeda ketika mereka ganti pelatih, misalnya gaya pelatih Jose Mourinho ketika menangani Real Madrid berbeda ketika Carlo Ancelotti masuk menggantikan posisinya, lalu gaya melatihnya Fabio Capello dan Roy Hodgson yang sudah pasti tidak bisa disamakan saat menangani timnas Inggris. Anda yang penggemar sepak bola tahu tidak formasi apa yang digunakan oleh setiap pelatih tim sepak bola? Sulit bagi penggemar karbitan untuk menjawab dan menjabarkannya.
Bagi seorang penggemar sejati, sebuah tim sepak bola itu, ya mau jelek, bagus, berprestasi, nggak, punya pemain terkenal, atau nggak, ya itulah tim kesayangan mereka. Penggemar tim-tim besar seperti M.U, Barcelona, Juventus, Chelsea, dst… sudah biasa. Bagaimana kalau ada penggemar tim di divisi bawah liga Inggris seperti Wolverhampton Wanderers, Milwall, lalu serie B seperti, Bari, Empoli. Salah seorang mantan anak murid saya adalah seorang penggemar wolerhampton, keren juga dia, pendukung tim yang tidak sedang berkompetisi di Premier League. Saya jadi teringat perkataan saudara sepupu saya yang seorang Romanisti, saat A.S Roma tersisih di babak perdelapan final Liga Champion tahun berapa saya lupa, dia bilang begini, “Bagi gue saat tim kesayangan gue kalah, kompetisi sudah berakhir. No more football for me this year.” Sedih sekali kedengarannya, tetapi itulah pendukung sejati. Saat timnya sudah selesai, itulah akhir kompetisi baginya dan dia tidak akan mendukung tim yang lain untuk jadi juara terlepas tim itu bergemerlapan bintang.
Jadi, bagi anda yang memang sudah suka sepak bola atau yang baru mulai suka sepak bola, jadilah penggemar sepak bola yang sejati, jangan yang karbitan! Muncul saat tim anda sedang sukses dan menghina tim yang sedang keok, eh, menghilang saat tim anda sendiri sedang loyo. Bagi para penggemar klub sepak bola yang sedang loyo, inilah saatnya anda membuktikan diri, apakah anda fans sejati atau karbitan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI