Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Indeks Tingkat Kebahagiaan Itu Politis

24 April 2018   23:46 Diperbarui: 25 April 2018   13:01 2879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerabat saya ada yang mengeluhkan besarnya biaya perawatan rumah mewah warisan mertua dan lebih suka tinggal di rumah sendiri tetapi apa daya saudara-saudaranya yang lain belum hendak balik ke kota asal untuk menempati rumah warisan itu.

Indeks tingkat kebahagiaan membalik semua cara ukur konvensional. Palu keputusan diserahkan kepada rakyat atau responden itu sendiri. Contohnya dalam mengukur kepuasan akan tingkat pendidikan.

Dalam kuesioner ada pernyataan terkait tingkat pendidikan; ada pertanyaan tentang upaya meng-update pengetahuan melalui kursus hingga berselancar di internet. Tetapi pertanyaan pada bagian ini sebagaimana pada aspek lainnya, akan pamungkas pada "Apakah Anda puas dengan... ?" Responden diminta mengisi tingkat kepuasan dengan angka dalam skala 1 sampai 10.

Pada Suvery 2017, BPS memperbaiki alat ukurnya dengan menambahkan aspek perasaan (perasaan senang, tidak cemas, dan tidak tertekan) dan makna hidup (kemandirian, penguasaan lingkungan, pengembangan diri, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, dan penerimaan diri). Pada 2013 dan 2014, survei tingkat kebahagiaan hanya mencakup 10 aspek kepuasan hidup (pendidikan dan keterampilan, pekerjaan dan usaha, pendapatan, kesehatan, kondisi rumah, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, keadaan lingkungan, dan kondisi keamanan).

Saya Sudah Lama Pakai Ukuran Ini

Agar artikel ini tidak serius dan membosankan, baguslah jika saya bercerita bagaimana saya telah terlebih dahulu menggunakan cara yang sama seperti pengukuran indeks kebahagiaan ini kepada putra saya. Telah saya gunakan sejak ia berusia lima tahun. Itu artinya sejak 2014. Survey BPS (2013, 2014, 2017) setahun lebih dini.

Kepada anak, kami (saya dan istri) biasakan bertanya saat ia pulang sekolah, seusai bermain bersama teman-teman, dan saat hendak tidur di malam hari. "Are you happy?" Pertanyaan itu juga kami ajukan setelah aktivitas bersama seperti menonton film di bioskop, jalan-jalan ke toko buku, atau membelikannya sesuatu.

Jika ia menjawab---dan memang selalu ia jawab secara positif--"Yes, Papa, I'm happy," kami akan lanjutkan dengan "how much?" Inilah cara kami untuk mengkuantifikasi jawaban perdana yang kualitatif itu.

Ia akan menjawab dengan kedua tangan yang direntangkan. "I'm happy like this, Papa," jawabnya sambil merentangkan tangan. Jika rentangannya maksimal, itu berarti ia sangat bahagia. Jika jarak antara kedua telapaknya pendek saja, misalnya hanya selebar dadanya, itu berarti masih ada hal yang ingin ia lakukan atau minta dipenuhi.

Cara mengkuantifikasi kebahagiaan ini sebenarnya dicetuskan putra kami.

Suatu ketika di toko buku, saya mengajaknya mencari buku bacaan yang ia sukai. Buku bergambar. Ia belum bisa membaca saat itu. Di lantai satu pandangannya terbentur pada mainan mobil hotwheels. Ia minta waktu sebentar untuk melihat-lihat pajangan mainan di etalase yang ada. Saya tahu, itu caranya untuk minta dibelikan. Ia tidak akan maksa. Ia hanya akan melihat-lihat untuk menunggu pertanyaan "Kamu mau?" Lalu akan segera ia jawab, "Kamu boleh belikan itu untuk saya, Papa." Anak saya memang rada-rada eksitensialis. Ia tidak ingin tampak seolah-olah ia yang minta, tetapi membaliknya jadi kami yang butuh untuk melihatnya bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun