Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Basmati Blues", Mengangkat Masalah Kedaulatan Pangan Lewat Cara Kreatif

12 Maret 2018   12:53 Diperbarui: 16 Juni 2018   17:25 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para petani mendorong Linda dan Rajit berkompetisi untuk membuktikan bibit dan teknik siapa lebih unggul, lebih produktif. Linda menang.

Namun yang tidak diketahui Linda dan para petani adalah dengan menanam Rice 9, petani akan bergantung pada bibit dari Mogil. Mereka akan kehilangan tradisi dan kemampuan membenih sendiri. Mogil sengaja menyembunyikan konsekuensi itu dari kontrak. Rajit yang tanpa sengaja tahu dan coba membocorkannya diseret ke penjara oleh polisi yang sudah disogok.

Selanjutnya film menjadi 'sangat India.' Setelah Rajit bebas, ada adegan ia coba hentikan kereta api yang melaju kencang untuk mencegah pengiriman beras India ke jejaring pemasaran Mogil; William yang tiba-tiba insyaf dan membantu Rajit; serta Rajit dan Linda yang akhirnya resmi jadi kekasih.

Mungkin karena terlalu ingin membangun komedi berbasis karakter India, film ini dituduh rasis dan sterotypical. Terlepas dari itu, Basmati Blues menghadirkan pesan tentang problem penting industri pangan terutama terkait isu kedaulatan pangan.

Sekarang kita keluar dari script. Pertemuan penggiat isu kedaulatan pandan se-dunia di Nyleni, Mali, Februari 2007 menghasilkan deklarasi yang salah satunya menyatakan bahwa "Kedaulatan pangan mengutamakan orang-orang yang memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsi pangan sebagai inti dari sistem dan kebijakan pangan, dan bukannya tuntutan pasar dan perusahaan-perusahaan besar menjamin hak untuk menggunakan dan mengelola tanah, wilayah, air, bibit, ternak dan keanekaragaman hayati pada tangan-tangan yang bekerja memproduksi pangan."

Deklarasi itu juga menyatakan perlawanan terhadap dominasi sistem pangan dan produksinya oleh perusahaan yang mengutamakan keuntungan dibandingkan rakyat, kesehatan dan lingkungan; dan terhadap privatisasi dan komodifikasi bahan pangan, termasuk bibit.


Bagi penggiat isu kedaulatan pangan, ketergantungan petani terhadap benih introdusir pabrikan adalah masalah. Bukan saja dengan itu petani kehilangan kemandirian menghasilkan benih, tetapi juga karena benih pabrikan sering dijajakan sepaket dengan pupuk dan obat-obatan yang diatur close-list. Menggunakan benih A berarti juga harus membeli pupuk A dan pestisida A.

Pesan ini yang tampaknya coba dihadirkan Basmati Blues melalui satir telanjang atas kelicikan Mogil Corp.

Praktik memanfaatkan segala cara untuk menguasai pasar input pertanian pernah terjadi di Indonesia. Jika Om-Tante rajin melacak jejak digital, saya pikir masih cukup banyak laman tetang kasus suap PT Monagro Kimia, anak perusahaan Mosanto terhadap 140 pejabat tinggi Indonesia agar meloloskan sejumlah produk input pertaniannya.

Produk senilai lebih dari Rp 6 milyar itu antara lain benih kapas GMO, pestisida Roundup, Polaris, dan Spark yang dipasarkan di Indonesia selama 1997-2003. Kasus ini baru mencuat di tanah air pada 2005 setelah US Securities and Exchange Commission (SEC) menerbitkan hasil putusan Pengadilan Distrik Columbia yang menangani pemeriksaan hasil penyelidikan Bapepam AS.

Masih di tahun yang sama, mungkin Om-Tante masih ingat vonis pengadilan terhadap Pak Tukirin, petani Indonesia berusia 62 tahun yang didakwa melanggar UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun