Mohon tunggu...
Tiki Taka
Tiki Taka Mohon Tunggu... -

The World I Understand...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Proposal Jalan Keluar dari Deadlock Penentuan 1 Syawal

7 September 2011   08:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:10 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Demi kemashlahatan umat, perkenankan saya mengajukan jalan keluar mengenai penentuan 1 syawal/bulan islam lainnya. Untuk mempermudah jalan keluar mari kita petakan dulu siapa saja yang terlibat di dalamnya: 1. Kelompok yang fanatik dengan metode rukyat 2. Kelompok yang fanatik dengan metode hisab 3. Kelompok pakar astronomi 4. Umat islam Indonesia umumnya Jalan keluar merupakan keinginan setiap orang yang terlibat deadlock. Jika sudah ada keinginan menyelesaikan problem ini, haruslah paham dan ridha dengan syarat2 berikut: 1. Untuk mendapatkan sesuatu, masing-masing kelompok haruslah mau memberi sesuatu. Intinya semua berjalan menuju titik temu, berjalan ke tengah-tengah. 2. Caranya pun haruslah elegan. Jangan merendahkan, jangan menghina kelompok lain. Hindarkan memojokkan sebuah kelompok. Sudah fitrahnya manusia, jika diserang biasanya akan cenderung defensif, mendirikan tembok tebal sehingga komunikasi akan terputus dan sia-sia. 3. Usahakan mencarikan solusi yang tidak merubah metode, prinsip dan kebiasaan masing2 kelompok. Kriteria nya saja mungkin yang perlu digeser sedikit. Menimbang prinsip di atas, mari satukan langkah menuju satu kriteria. Apakah kriteria yang ingin saya ajukan? Marilah kita sama-sama mensepakati bulan baru adalah keadaan hilal 4⁰ di atas ufuk setelah matahari tenggelam. Mohon dimengerti, yang digeser di sini adalah hanya kriteria, bukan metodenya. Apa impactnya bagi masing-masing kelompok? 1. Bagi yang fanatik dengan rukyat, kelompok ini tidak perlu capek-capek lagi mencari sosok hilal jika ketinggian di bawah 4⁰, karena menurut para ahli astronomi tidak mungkin melihat hilal di bawah ambang tersebut. Kalau ada yang mengklaim melihat, bisa langsung ditolak kesaksiannya karena mungkin observer tersebut sedang terhalusinasi. Yang jelas, bagi para perukyat kebiasaan dan metode tidak berubah (tetap merukyat), bahkan sebenarnya membantu sekali menentukan kapan waktu yang ideal untuk me-rukyat hilal. 2. Bagi para fanatik hisab hal yang sama terjadi. Anda tidak perlu merubah metode dan kebiasaan. Anda bisa meng-hisab posisi bulan kapanpun. Bahkan jikalau anda ingin membuat kalender untuk 1 tahun ke depan atau bahkan 10 tahun, 30 tahun ke depan secara presisi tetap bisa seperti sebelumnya. Kenapa? karena yang digeser adalah kriteria, bukan metodenya. 3. Bagi para ahli astronomi dan umat pada umumnya, tentu hal ini menggembirakan. Bisa membantu membuat formula untuk acuan para ahli hisab. Karena dengan diterimanya kesepakatan ini, semua pihak jadi mempunyai kepastian dalam menentukan lebaran/bulan islam. Dan pastinya, hasilnya akan sama. Tidak ada lagi 2 hari raya. Bukankan kondisi ini sangat indah? Umat Indonesia secara umum pun tidak terpecah. Tidak bingung karena tidak akan ada 2 hari raya lagi. Semua happy. Tetapi semua ini baru terjadi kalau masing-masing kelompok mau dan rela mengikuti kesepakatan. Kenapa 4⁰ ini penting? Karena inilah batas kemungkinan bulan bisa dilihat (meskipun belum tentu bisa dilihat) seperti para ahli astronomi terangkan. Seperti kita menentukan waktu shubuh. Visibilitas fajar di ufuk timur menjadi acuan. Kapan fajar sadiq (warna kemerahan mendatar di horizon) mulai masuk? Ketika matahari berapa derajat di bawah ufuk/horizon? Ini tentu sudah melewati diskusi panjang sampai pada kesimpulan berapa derajat matahari di bawah ufuk. Setelah semua pihak (dulu) setuju, maka barulah kita bisa menghisab, membuat tabel sehingga sekarang kalau kita mau sholat tinggal lihat jadwal sholat atau melihat software handphone kita. Tanpa (dahulunya) punya kesepakatan menentukan berapa derajat matahari di bawah ufuk, niscaya kita sekarang masih bingung mau azan shubuh jam berapa. Balik ke melihat hilal, tanpa kesepakatan berapa derajat "hilal sadiq" untuk bulan baru, niscaya umat Indonesia akan terus terombang ambing di masa-masa mendatang. Mari kita hilangkan ego. Pikirkanlah umat. Satu hari raya itu indah, nikmat, ekonomis dan bebas dosa (karena Allah bersama-sama orang yang bermusyawarah untuk bermufakat).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun