"Proklamasi, kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan.......".
Antiklimaks turunnyabendera menyerah, dari emosi yang mengungkung kodrat manusia. Pintu untuk memasukkan sabda mulia akan eksistensi kehidupan dari ruang yang telah diatur oleh Tuhan dalam bingkai kepastian hak dan kewajiban. Menggugat itu, sama dengan menafikan ketinggian harkaat diri. Membiarkan menggelinding, melahiran skenario penggilasan tatanan bak bunuh diri yang tersadari.
Tidak salah untuk euphoria, asal berani menjamin adanya euphoria baru di lain waktu. Tetapi ingat, ada yang namanya Bhinneka di sana, juga mahalnya keyakinan, tulusnya keinginan, rimbunnya kehendak dan angan. Euphoria itu harus menari bersama mereka. Jika tidak, maka salah, karena ada yang dihinakan di sana. Berarti ada yang lupa dibaca! Artinya, antiklimaks itu perlu penyempurna.
Lihat, bagaimana Individu mempertarungkan jilbab, tarik-menarik. Bukan jilbabnya yang robek, tetapi pintalan keyakinan yang telah susah payah dijaga untuk menjadi kekayaan marwah. Robeknya pintalan itu akan menjadi sinopsis dendam di babak selanjutnya.
Intip pula dengusan kebencian dan ego sektarian diri. Bukan peradaban yang hancur oleh benci atau lebur oleh muak tingkah ego diri. Tetapi, dengusan itu hanyalah bacaan yang usang yang senantiasa terulang. Padahal, pendahulu kita senantiasa bergegas beranjak meninggalkannya selama umur yang beliau punya.
Jalan pembatas dari Tuhan (pun negara) juga dipaksa dimaknai sesukanya. Akibatnya akan melahirkan rangkaian celah. Celah itu jika diintip dari awang-awung sana selalu berekor merah. Bisa dibayangkan, apa jadinya jika pemaknaan itu menjadi hal yang biasa. Mata langit tidak akan biru cerah lagi, tetapi meradang dan pucat pasi tak bergairah.
(dari aliffira.wordpress.com)
Nak, segera temukan kemerdekaan mu
Agar proklamasi itu tidak berlalu
Merdekamu memastikan senyum semua
Penanda cinta yang telah beliau sapa
Merindukan Pertiwi seperti kala belia, sama mulianya dengan mensyukuri beranjaknya waktu yang mulai mendewasakannya, atau tetap mencinta walau sudah paruh baya bahkan renta, nantinya.
Nak, bapak belum merdeka! Yah
Agar kamu merasakan yang sama di masanya
Agar generasi selanjutnya tetap ada
Karena ada hasrat ingin merdeka
Seperti pendahulu kita
Kertonegoro, 17 Agustus 2014
Salam,
Ilustrasi : www.fotografindo.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI