Mohon tunggu...
Kurnia Nasir
Kurnia Nasir Mohon Tunggu... Musisi - musikus jalanan

musikus jalanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Energi Kebencian Harus Diubah Jadi Energi Prestasi

14 November 2019   21:43 Diperbarui: 14 November 2019   21:46 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anda sudah melihat film Susi Susanti ; Love All yang diperankan oleh Laura Basuki ? Jika belum bergegaslah menonton. Meski bukan seorang atlet atau suka pada olahraga, dari film itu kita bisa belajar banyak hal ; tentang kerja keras, tentang toleransi, tentang cinta tanah air dlsb.

Tak mudah seorang Susi Susanti mencapai puncak prestasi yaitu medali emas di Olimpiade Barcelona 1992 dan perunggu pada olimpiade  1996 di Atlanta. Saat meraih emas di Olimpiade itu, kekasihnya yaitu Alan Budikusumah (sebelum menjadi suaminya) juga meraih emas di sektor tunggal putra.

Susi yang mencintai badminton mulai berlatih dengan sangat  keras sejak berusia empat tahun dan dihadapan ayahnya dia berjanji akan memberikan prestasi terbaiknya. Dia berjuang keras dan bersaing dengan ketat. Kedisiplinan menempa sedemikian rupa sehingga membentuk mental juara; agar tak mau kalah dengan lawan-lawannya.

Dia berlatih di Cipayung sebagai atlet nasional ketika prestasi di tingkat nasional dan internasional mulai diperhitungkan. Dari situ prestasinya mulai menanjak dari piala Sudirman, Piala Dunia, Thomas dan Uber Cup, dan puncaknya yaitu emas dan perunggu di Olimpiade. Tak mudah untuk mencapai prestasi seperti itu, bagi atlet sekalipun. Karena harus berhadapan dengan deretan lawan tangguh yang tentu juga berprestasi di negaranya.

Dalam film itu diceritakan pada saat menghadapi piala Uber di Hong Kong tahun 1998, Susi Susanti diwawancarai seorang wartawan yang menanyakan apakah dirinya tidak berusaha mengambil suaka melihat kerusuhan 1998 di Indonesia dan selama ini etnis Cina seperti Susi sering diperlakukan secara diskriminatif oleh penguasa dan masyarakat.

Tapi pembatasan terhadap etnisnya dan kondisi politik itu tidak membuat Susi patah semangat karena meski dia berpeluang mengambil suaka dan menjadi atlet negara lain, kesempatan itu tidak diambilnya dan tetap menjadi legenda bagi Indonesia.

Susi dengan segala kondisinya mencintai tanah airnya yaitu Indonesia. Dia menjawab wartawan itu : Saya warga Indonesia dan selamanya saya akan menjadi orang Indonesia.

Jika bisa digambarkan di sini yang terjadi pada zaman itu adalah :  bahwa etnis Cina memang ditekan sedemikian rupa; harus mengurus surat macam-macam, pembatasan untuk memperoleh pendidikan negeri, pembatasan berkarir sebagai pegawai negeri dan aneka pembatasan lain. 

Tetapi etnis ini tetap berjuang untuk kehidupan mereka dengan jalan masing masing. Yang jadi pedagang ya jadi pedagang sukses, jadi pengusaha ya pengusaha sukses, yang sekolah dokter ya menjadi dokter yang hebat dan toleran (banyak contohnya),  juga yang jadi atlet berlatih giat seperti Susi Susanti hingga mendapat pencapaian tertinggi.

Film ini sedikit mengajarkan kita soal nasionalisme dan cinta tanah air. Antipati banyak pihak terhadap kaum seperti Susi Susanti dijawab olehnya dengan prestasi tertinggi yang bahkan mungkin tidak bisa diraih oleh orang-orang yang mencela etnisnya.

Karena itu lewat kisah Susi Susanti, selain soal perjuangan meraih prestasi, mungkin kita bisa belajar ulang soal toleransi dan keberagaman. Kita juga mungkin diajak berfikir ulang soal intoleransi yang sering lakukan terhadap kaum yang berbeda dengan kita, dari segi etnis, agama, warna kulit, bahasa dsbnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun