Mohon tunggu...
Kurnia Nasir
Kurnia Nasir Mohon Tunggu... Musisi - musikus jalanan

musikus jalanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gaya Tegur Sapa Bisa Ciutkan Niat Radikal

17 Juli 2019   08:58 Diperbarui: 17 Juli 2019   09:09 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih setahun lalu kita dikejutkan dengan bom Surabaya yang meledak saat misa dan kebaktian hari minggu tengah berlangsung. Tiga gereja dari tiga aliran berbeda (Katolik, Protestan dan Pantekosta) diledakkan oleh satu keluarga; Ayah, Ibu dan anak-anaknya. Semua itu dilakukan menurut penyelidikan  kepolisian, mereka lakukan demi jihad.

Dua bom lainnya menyusul pada malam dan keesokan harinya tetapi dilakukan oleh keluarga lain. Rerata mereka telah merencanakan peledakan bom itu (kecuali yang meledak ketika dirakit di rusun Wonocolo). Sehingga bisa dikatakan mereka mempersiapkan dengan baik rencana itu dan dilakukan dengan senyap.

Kejadian bom Surabaya itu sejujurnya sangat mengagetkan warga dan pemerintah daerah setempat. Surabaya dikenal sebagai kota besar yang focus pada perniagaan dan perindustrian karena punya pelabuhan dan aneka pabrik yang membuat kota itu sangat hidup.

Yang menarik adalah warga kotanya yang punya sifat amat terbuka. Karena sifat terbuka itu seringkali membawa ke sikap jujur baik dalam bertutur kata maupun dalam sikap. 

Memang jika dilihat sekilas, kekhasan Arek -- budaya yang dibawa oleh masyarakat Surabaya  adalah kasar. Penuh umpatan, suara keras dancengkok yang khas. 

Jika berbicara, suara keras dan cengkok tertentu itu seperti umpatan atau makian yang punya lagu yang khas. Jika tidak biasa bersama mereka, orang mengira mereka sedang bertengkar padahal mereka hanya berbicara jawa tapi dengan 'lagu' tertentu.

Dibalik kekasaran dan umpatan yang sering dilakukan, mereka adalah orang dengan jiwa terbuka, pemberani dan jujur apa adanya. Jika mereka tidak suka, akan bilang tidak suka atau sebaliknya suka. Jiwa empati (tepa seliro) dan tolong menolongnya tinggi. Jika ada teman yang susah, teman lain membantu. Begitu juga senang, mereka akan rayakan bersama.

 Karena itu ada pameo yang sering menggambarkan kedekatan antar teman di budaya Arek Suraboyo yaitu ' Konco Saklawase' artinya teman selamanya. Jadi apapun yang terjadi, baik suka dan duka, mereka selalu akan berteman. Sikap ini tidak mudah dan jarang ditemukan karena sekarang adalah zaman dimana kepentingan ekonomi sering menjadi motif utama dalam berteman.

Dengan segala penggambaran ini sebenarnya bisa diungkapkan bahwa pengeboman tiga gereja secara bersamaan,  amat jauh dari konsep berteman dan bersosialisasi dari para 'arek'tersebut. Warga Surabaya tidak pernah akan sembunyi-sembunyi atau eksklusuf dalam belajar agama. Semuanya akan bersifat terbuka dan banyak orang tahu dan paham.

Apa yang dilakukan oleh keluarga pengebom tiga gereja bukan tipikal orang Surabaya. Pengeboman itu adalah tindakan terkutuk yang pernah ada di kota tersebut. 

Buktinya banyak orang Surabaya yang kaget dan mengutuk aksi tersebut. Kota Surabaya yang tentram dan menyenangkan harus terkoyak karena nafsu radikal sedikit orangnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun