Mohon tunggu...
Tiara May Sari
Tiara May Sari Mohon Tunggu... Mahasiswi

mahasiswi universitas mulawarman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Terowongan Samarinda: Lebih dari Sekedar Proyek Infrastruktur, Ini Tentang Kolaborasi

11 Oktober 2025   19:33 Diperbarui: 11 Oktober 2025   17:33 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Samarinda hari ini sedang berubah. Kota yang dulu identik dengan sungai Mahakam dan lalu lintas yang padat kini mulai menata dirinya menjadi kota yang lebih terhubung, efisien, dan modern. Salah satu simbol dari perubahan itu adalah Terowongan Samarinda --- proyek besar yang menghubungkan kawasan Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap, melewati perbukitan Gunung Manggah.

Proyek ini bukan hanya soal membangun jalan bawah tanah. Lebih dari itu, ini adalah gambaran bagaimana sebuah kota belajar berkolaborasi. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sama-sama menjadi bagian dari perjalanan panjang pembangunan terowongan pertama di Kalimantan ini.

Samarinda dan Tantangan Mobilitas Kota

Sebagai ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda terus berkembang menjadi pusat ekonomi baru. Sayangnya, perkembangan ini juga membawa masalah klasik: kemacetan lalu lintas. Pertumbuhan kendaraan tidak sebanding dengan kapasitas jalan, dan titik-titik padat seperti Gunung Manggah sudah lama jadi keluhan warga.

Menjawab masalah itu, pemerintah kota menggagas pembangunan Terowongan Selili pada tahun 2022. Dengan panjang sekitar 700 meter dan biaya sekitar Rp395 miliar, proyek ini sepenuhnya didanai dari APBD Kota Samarinda dan dikerjakan oleh PT Pembangunan Perumahan (PTPP). Targetnya, pertengahan 2025, terowongan ini bisa dilalui warga.

Namun, seperti proyek publik lainnya, perjalanan terowongan ini tidak selalu mulus. Ada perencanaan teknis yang rumit, pembebasan lahan yang sensitif, hingga koordinasi antar instansi yang sering kali menantang. Dari sinilah cerita kolaborasi itu dimulai.

Kolaborasi di Balik Beton dan Aspal

Di atas kertas, pemerintah kota memang menjadi penanggung jawab utama proyek ini. Tapi pada praktiknya, ada banyak pihak lain yang ikut terlibat. Pemerintah provinsi harus ikut turun tangan, terutama karena sebagian area proyek beririsan dengan aset milik daerah, seperti lahan sekitar Rumah Sakit Islam Samarinda. Proses administrasi yang belum tuntas sempat membuat pekerjaan dihentikan sementara.

Situasi ini memperlihatkan satu hal: pembangunan publik tidak bisa dikerjakan sendiri.
Keterbatasan sumber daya, waktu, dan kewenangan membuat pemerintah harus berjejaring. Di situlah muncul sinergi antara banyak aktor---mulai dari pemerintah daerah, perusahaan pelaksana proyek, hingga masyarakat yang terdampak.

Namun, kolaborasi bukan berarti tanpa tantangan. Di lapangan, muncul beragam pandangan. Pemerintah ingin proyek selesai cepat, kontraktor fokus pada efisiensi dan standar teknis, sementara masyarakat berharap tidak ada dampak lingkungan atau sosial yang diabaikan. Perbedaan kepentingan inilah yang membuat proses pembangunan menjadi ajang negosiasi yang panjang.

Belajar dari Tantangan Tata Kelola

Kendala terbesar dalam proyek publik sering kali bukan soal teknologi, tetapi soal koordinasi dan komunikasi.
Terowongan Samarinda membuktikan hal itu. Di tengah proyek yang berjalan, ada banyak tumpang tindih kebijakan antar lembaga. Pemerintah kota, provinsi, hingga kementerian harus duduk bersama untuk menyamakan langkah. Di sinilah muncul nilai kolaborasi yang sesungguhnya: bekerja bersama, bukan bekerja sendiri.

Meski begitu, pemerintah kota tetap berupaya menjaga transparansi. Melalui Dinas Kominfo, perkembangan proyek rutin diumumkan kepada publik. Pada akhir 2024, progres fisik dilaporkan sudah mencapai 85 persen, dan Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menegaskan bahwa keselamatan warga tetap menjadi prioritas utama.
"Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi," ujarnya saat meninjau lokasi pembangunan yang sempat mengalami longsor.

Namun, komunikasi satu arah saja tidak cukup. Sebagian warga masih menilai sosialisasi pemerintah belum sepenuhnya menyentuh masyarakat terdampak. Harapan publik jelas: kolaborasi harus dirasakan, bukan hanya diumumkan.

Lebih dari Sekadar Infrastruktur

Bila kelak terowongan ini rampung dan bisa dilalui, hasilnya bukan hanya kemacetan yang berkurang. Ada makna yang lebih besar: lahirnya cara baru dalam membangun kota --- melalui kolaborasi.

Pemerintah tidak lagi menjadi aktor tunggal yang mengatur segalanya, tetapi bagian dari jejaring yang bekerja bersama masyarakat dan sektor swasta. Begitu pula warga, yang tidak hanya menjadi penonton, melainkan ikut mengawasi, mengkritik, dan memberi masukan terhadap pembangunan.

Kolaborasi seperti ini merupakan inti dari pelayanan publik modern. Dalam dunia yang semakin kompleks, tidak ada lagi ruang bagi ego sektoral. Pembangunan tidak akan berhasil jika dilakukan sendiri. Ia membutuhkan kepercayaan, komunikasi terbuka, dan kesadaran bahwa kemajuan kota adalah tanggung jawab bersama.

Penutup

Pembangunan Terowongan Samarinda adalah pelajaran tentang kolaborasi di dunia nyata. Ia menunjukkan bagaimana konflik bisa diubah menjadi kerja sama, dan bagaimana kebijakan publik bisa menjadi wadah belajar bagi semua pihak.

Terowongan ini memang dibangun dari beton, baja, dan aspal, tetapi pondasi sejatinya adalah kerja sama, kepercayaan, dan keterlibatan warga.
Dan mungkin, justru di situlah letak makna terdalam dari sebuah terowongan --- bukan hanya menghubungkan dua ruas jalan, tapi juga menjembatani kepentingan dan harapan antara pemerintah dan rakyatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun