Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Rasa Ingin Tahu, Merdeka Belajar, dan Riset

2 Mei 2021   09:16 Diperbarui: 2 Mei 2021   10:41 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rasa ingin tahu adalah anugerah dari Tuhan. Sesungguhnya manusia harus bersyukur dengan anugerah rasa ingin tahu yang dimilikinya.

Sejatinya, rasa ingin tahu itu akan membantu manusia terus berpikir dan belajar. Bisa Anda bayangkan, apa yang terjadi jika seseorang tidak lagi memiliki rasa ingin tahu? Pemikiran akan berhenti dan pengetahuan tidak berkembang. Sementara berhentinya pemikiran dan tidak berkembangnya pengetahuan akan berdampak langsung pada kemajuan kebudayaan dan peradaban sebuah bangsa dan negara.

Menurut hemat saya, bahwa rasa ingin tahu merupakan "mata air" dari pengetahuan. Tidak akan ada pengetahuan jikalau tidak diawali dengan rasa ingin tahu.

Untuk itu, rasa ingin tahu itu harus didorong, ditumbuhkan serta diarahkan ke arah yang positif dan konstruktif. Jangan pernah sekali-kali membungkam atau mematikan rasa ingin tahu dari seseorang.

Masa kecil adalah masa yang tak luput dari rasa ingin tahu. Bahkan anak yang masih kecil sekalipun ternyata memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Rasa ingin tahu tersebut sering sekali munculnya spontan dan tidak kenal waktu atau tempat. Hal itu pula yang menimbulkan seringnya orang tuanya merasa kewalahan dan direpotkan. Akibatnya, tidak jarang anak-anak mendapatkan tanggapan dan perlakuan tidak menyenangkan.

"Sudah, jangan bertanya melulu, papa masih sibuk." Atau, "Nanti saja bertanyanya iya, kalau papamu sudah pulang." Atau masih banyak lagi cara untuk menghentikan pertanyaan seorang anak untuk memenuhi rasa ingin tahunya.

Padahal rasa ingin tahu itu, bagai tambang emas bagi anak tersebut, semakin digali semakin keluar harta berharga dari si anak (baca: ketrampilan berpikir kritis). Bisa kita bayangkan apa dampak ketika anak-anak tersebut dibungkam rasa ingin tahunya.

Saya yakin sahabat pembaca dapat menyimpulkan sendiri.

Nah, mengingat akhir-akhir ini kita sering mendengar gaung "Merdeka Belajar", maka rasa ingin tahu adalah bagian dari semangat "Merdeka Belajar" tersebut, yang perlu diakomodir. Bukan saja hanya di ranah pendidikan formal, tapi juga ranah pendidikan non formal dan informal (seperti keluarga dan masyarakat).

Berharap dengan cara mengakomodir merdeka dari rasa ingin tahu tersebut akan menjadi ruang yang baik bagi perkembangan riset. Anak-anak sejak dini sudah bisa dilibatkan atau dilatih melakukan riset. Tentu rasa ingin tahu adalah pintunya. Bukankah penelitian itu terjadi diawali dengan pertanyaan atas sebuah permasalahan?

Sebagai pendidik, besar harapan saya bahwa ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan digabung dengan Kementerian Riset dan Teknologi akan menampilkan khazanah baru bagi pendidikan nasional kita khususnya dalam hal riset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun