Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengemis dari Sudut Pandang Agama dan Sosial

15 Mei 2019   13:14 Diperbarui: 15 Mei 2019   20:41 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.

Pengemis di era sekarang memiliki dua kategori, yakni yang hidup susah karena kecacatan hidup dan mereka yang memanfaatkan situasi untuk meminta belas kasihan orang lain tanpa mau berusaha bekerja.

Dalam hidup bermasyarakat, kita dianjurkan untuk senantiasa dapat membantu anggota masyarakat lainnya yang mengalami kesulitan hidup. Hal ini juga menjadi perhatian serius dalam kehidupan beragama. Saya yakin pasti semua agama sangat menekankan umatnya senantiasa berbuat baik kepada siapa saja terutama kepada mereka yang mengalami masalah ekonomi.

Perlu disadari bahwa semua agama juga melarang umatnya berbohong terhadap keadaan hidup. Seseorang yang berbadan kuat dan mampu tentu wajib baginya berusaha membanting tuang. Apabila dia mengemis dalam kondisi kuat apalagi berpura-pura cacat berarti dia sudah berbohong kepada publik dan menafikan eksistensi Tuhan yang menganugerahinya hidup dan tenaga. 

Nah pengemis seperti ini patutkah disantuni? Silahkan dijawab dalam hati masing-masing. Jangan diperdebatkan karena tidak akan ada ujungnya. Maklum kita melihat dari sudut pandang yang berbeda. Yang parahnya melihat fakta sosial bukan dengan empati melainkan emosional belaka.

Pengemis yang benar-benar mengalami kesulitan hidup tentu harus dibantu. Bersedekah di pinggir jalan atau di lampu merah dengan uang recehan bukanlah membantu. Justru itu memperparah keadaan karena pengemis yang kita merasa bantu tidaklah merasa terbantu dengan recehan seadanya melainkan dibina dengan baik, pemerintah memberikan modal atau mengumpulkan para pengemis dalam satu bala latihan kerja yang berkonsep life skill sehingga mereka bisa memiliki usaha mandiri yang berkepanjangan. 

***

Menertibkan pengemis sebagaimana yang diwacanakan oleh pemerintah itu merupakan ide yang bagus. Menertibkan bukan berarti membatasi apalagi melarang. Pemerintah juga tidak bisa melarang kita bersedekah kepada pengemis karena itu urusan nurani kita yang ingin memberi. 

Mengatur yang saya pahami adalah sebagaimana yang saya sebutkan di atas tadi yakni membina mereka tidak berkeliaran dan mengganggu ketertiban masyarakat. 

Penyandang cacat dan mereka yang menganggur karena tidak memiliki kualifikasi dan skill kerja dapat diberikan pelatihan singkat untuk belajar manajemen kerja dan kemampuan dasar mengelola keuangan saat mendapat sekaligus modal yang cukup untuk membangun usaha mandiri. 

Bulan Ramadan dimana bulan dilipatgandakan pahala oleh Allah menjadi masalah yang dilematis karena adanya gayung bersambut antara umat yang ingin membuat pahala dan golongan lemah yang enggan membanting tuang tetapi justru mengemis demi mencapai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menegadah tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun