Ada satu tahap penting dalam pembuatan undang-undang di Indonesia yang sering tak terdengar gaungnya, yakni penyusunan naskah akademik. Padahal, naskah akademik adalah fondasi dari semua pasal dan ayat yang kelak disahkan. Semua alasan "kenapa perlu diatur", "masalah apa yang hendak diselesaikan", hingga "apa saja dampaknya" harusnya dijawab tuntas di tahap ini.
Ironisnya, publik hampir tak pernah benar-benar tahu seberapa serius, ilmiah, dan mendalam sebuah naskah akademik disusun. Sebagian besar hanya membaca hasil akhirnya undang-undang yang sah, atau rancangan undang-undang (RUU) yang jadi kontroversi. Padahal, justru naskah akademik adalah "dapur" tempat proses pembuatan hukum harus diuji sejak awal.
Mengapa tahapan ini penting?
Karena jika fondasinya lemah, seluruh bangunan undang-undang akan ikut goyah.
Dan disinilah urgensi untuk menjadikan naskah akademik setara seriusnya dengan artikel jurnal ilmiahharus melalui proses penelaahan sejawat (peer review), terbuka, dan dapat dikritisi sebelum diajukan ke proses legislasi.
 Naskah akademik yang sering 'asal ada'
Bagi yang jarang mengamati proses legislasi, naskah akademik sering terdengar sebagai formalitas. Seakan-akan cukup dibuat supaya memenuhi syarat administratif UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Karena undang-undang memang mensyaratkan adanya naskah akademik untuk setiap RUU, maka dibuatlah.
Masalahnya, terlalu sering naskah akademik hanya menjadi dokumen tebal berisi kutipan teori, penjelasan normatif, dan sedikit data yang tak pernah benar-benar diuji. Tak jarang, naskah ini disusun tergesa-gesa demi mengejar tenggat. Lebih parah lagi, kadang muncul kecurigaan bahwa isinya sudah "diarahkan" sejak awal untuk menyenangkan kepentingan tertentu.
Publik biasanya baru heboh saat RUU masuk pembahasan DPR muncul kritik, demonstrasi, dan protes. Tapi kalau fondasi naskah akademiknya sudah lemah, sering kali revisi pasal di DPR hanya memperbaiki bentuk, bukan isi. Karena substansi cacat dari sumbernya.
 Mengapa perlu diuji layaknya jurnal ilmiah?