Mohon tunggu...
thoriqoh mustaqimah
thoriqoh mustaqimah Mohon Tunggu... Guru - Valid

wanita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyelami Pemikiran Metafisika Milik Ibnu Bajjah Sang Filosof Andalusia

10 Oktober 2018   00:48 Diperbarui: 10 Oktober 2018   00:59 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ibnu Bajjah adalah salah satu nama filsafat muslim dari daratan Andalus dengan bernama lengkap Abu Bakr Muhhammad ibn al-Sayigh. Dan orang-orang Eropa pada abad pertengahan menamainya dengan "Avempace". Ibn Bajjah dilahirkan di Zaragosa pada abad ke-11 masehi. Yang sebenarnya tahun kelahirannya tidak diketahui dengan pasti begitu pula mengenai masa kecil dan masa mudanya. Beliau tidak hanya seorang filosof tapi juga seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan seperti kedokteran, astronomi, musikus, dan matematika.

Tak hanya itu beliau juga memiliki karya-karya yang populer karena tentunya seorang filosuf tidak akan dipelajari tentang pemikirannya jika dia tidak menulis satu karyapun. Dan karya terkenal mili beliau yaitu Tadbirul Mutawahhid dan risalatul-ittishal. Pada buku yang saya sebutkan di awal yaitu berisi tentang moral dan politik yang disusun berdasarkan buku al-Madinatul-Fadhilah karya al-Farabi. Sedangkan pada bukunya yang kedua yaitu mengenai pembagian manusia pada tiga golongan  yaitu kaum awam (al-Jumhur), an-nudzdzar (kaum khawas atau kaum cendekiawan) dan yang terakhir adalah kaum bahagia. 

Kaum awam adalah golongan manusia yang dapat menjangkau gambaran yang masuk akal lewat penglihatannya kepada alam nyata. Sehingga pemahaman mereka hanya bergantung dari apa yang terlihat saja. Sedangkan kaum Khawas yaitu mereka yang mengedepankan persoalan yang masuk akal terlebih dahulu barulah kemudian mereka berhubungan dengan alam nyata. Adapun kaum bahagia yaitu mereka yang dapat melihat segala sesuatu dengan jiwa rohaninya.

Yang telah disebutkan sebelumnya adalah beberapa penjelasan singkat tentang profil dan karya dari Ibnu Bajjah maka selanjutnya akan membahas mengenai pemikiran dari Ibnu Bajjah mengenai metafisika (ketuhanan), menurut beliau segala yang ada terbagi menjadi dua yaitu yang bergerak dan yang tidak bergerak. 

Dan yang bergerak disebut denagn jisim yang bersifat finite (terbatas). Suatu gerakan terjadi dikarenakan karena adanya rantai pergerakan yang dimana satu gerakan disebabkan oleh gerakan lain yang saling berkesinambungan. Maka rantai pergerakan tersebut akan berujung pada penggerak yang bersifat azali. Gerak jisim mustahil timbul dari substansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh sebab itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite ( tidak tterbatas) yang disebut 'aql.

Maka kesimpulannya yaitu, bahwasannya gerakan alam ini (jisim) yang terbatas digerakan oleh 'aql dan bukan dari substansi alam sendiri. Sedangkan yang tidak bergerak adalah 'aql, karena ia menggerakkan alam namun ia sendiri tidak bergerak. 'Aql nilah yang disebut dengan Allah ('aql, 'aqil, dan ma'qul), sebagaimana yang telah dikemukakan oleh al-farabi dan Ibnu Sina. Perlu diketahui pula bahwasanya para filosof muslim pada umumnya menyebut Allah adalah 'aql.

Argumen yang mereka majukan ialah Allah Pencipta dan Pengatur alam yang beredar menurut natur rancangan-Nya, mestilah Ia memiliki daya pikir. Kemudian dalam mentauhidkan Allah semutlakmutlaknya, para filosof Muslim menyebut Allah adalah Zat yang mempunyai daya pikir ('aql), juga berpikir ('aqil) dan objek pemikirannya sendiri (ma'qul). 

Keseluruhannya adalah zat-Nya yang Esa. Sebagaimana Aristoteles, Ibn Bajjah juga mendasarkan filsafat metafisikanya pada fisika. Argumen adanya Allah adalah dengan adanya gerakan di alam ini. Jadi, Allah adalah azali dan gerakannya bersifat tidak terbatas.

Di sinilah letak kelebihan Ibn Bajjah walaupun ia berangkat dari filsafat gerak Aristoteles, namun ia kembali pada ajaran Islam. Dasar filsafat Aristoteles ialah ilmu pengetahuan alam yang tidak mengakui adanya sesuatu di balik alam empiris ini. Kendatipun penggerak pertama berbeda dengan materi, namun ia masih bersifat empiris. 

Uraian tersebut dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa Ibn Bajjah mempelajari dan memahami filsafat Aristoteles dengan baik karena argumen yang dimajukannya masih berbau Aristotelean. Tampaknya Ibn Bajjah berupaya mengislamkan argumen metafisika Aristoteles tersebut. Karena itu, menurutnya, Allah tidak hanya penggerak, tetapi ia adalah Pencipta dan Pengatur alam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun