Mohon tunggu...
Thomas Panji
Thomas Panji Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Berusaha dengan sebaik mungkin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

Mencintai Gastronomi Indonesia

17 Februari 2021   08:00 Diperbarui: 9 September 2022   16:49 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kreasi klepon dari restoran Nusa Gastronomy dengan menggunakan pendekatan gastronomi molekuler | dewimagazine.com

Salah satunya yang paling sering dan terkenal adalah bumbu base genep atau bumbu dasar masakan Bali yang terbuat dari 16 unsur rempah yang dijadikan satu. Menurut Gardjito (2019), base genep memiliki empat unsur utama, yakni lengkuas, kunyit, jahe dan kencur. Selanjutnya, empat unsur tersebut ditambahkan dengan tiga unsur tambahan, dua unsur laut dan satu unsur pengunci yang terdiri dari enam campuran rempah.

Lengkuas yang berwarna merah mewakili arah Selatan (Dewa Brahma). Kunyit berwarna kuning mewakili arah Barat (Dewa Mahadewa). Jahe berwarna hitam mewakili arah Utara (Dewa Wisnu). Lalu, kencur berwarna putih mewakili arah Timur (Dewa Iswara). Setelah empat bumbu dasar ini tercampur, lalu dicampurkan lah bawang merah, bawang putih dan cabai rawit merah yang merupakan perwakilan unsur dari gunung.

Lalu, dua unsur lainnya seperti garam dan terasi mewakili unsur dari laut. Bertemunya dua unsur antara gunung dan laut dalam kosmologi masyarakat Bali melambangkan bertemunya sisi maskulin dan sisi feminis dalam diri manusia. Dan yang terakhir adalah rempah-rempah, yang berfungsi sebagai unsur pengunci. Rempah-rempah dalam base genep biasanya disebut sebagai wangen, dan terdiri dari lada hitam, lada putih, kemiri, ketumbar, pala dan jinten. 

“Kalau harus diceritakan soal kerifan lokal orang Indonesia dalam memperlakukan bahan makanannya, cerita ini baru bisa selesai tiga hari tiga malam. Karena, pada dasarnya kekayaan kuliner Indonesia tidak cukup hanya diceritakan saja, namun juga harus dikapitalisasi lewat bidang pengetahuan dan gerakan kuliner yang kreatif”, ungkap Gardjito.

Menurut klaim Gardjito, sebagai negara dengan dapur gastronomi terbesar di dunia, tantangan kuliner yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam ranah globalisasi saat ini, seperti merebaknya restoran cepat saji; ketergantungan masyarakat luas terhadap satu komoditas makanan pokok (beras) yang semakin tinggi; massifnya media yang mempopulerkan produk budaya pop barat dan lainnya, akan membuat perjuangan gastronomi Indonesia semakin penuh rintangan.

Dampak yang bisa dirasakan dari merebaknya semua hal tersebut, sudah pasti yang pertama adalah berkurang atau mungkin punahnya eksistensi makanan tradisional Indonesia yang menggunakan pendekatan kearifan lokal. Di mulai dari merebaknya restoran cepat saji. Banyak kalangan, terkhususnya kaum urban yang pada akhirnya harus terpaksa lebih banyak mengkonsumsi berbagai makanan cepat saji dalam keseharian menu makan mereka.

Alasan ini tentu dipicu oleh tinggi rutinitas dan mobilitas serta tren mengenai kuliner yang sedang berkembang di masyarakat. Tren dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, pada hakikatnya tidak terlepas dari campur tangan media elektronik dan daring yang ikut mempopulerkan berbagai makanan tertentu, yang dianggap lebih memiliki nilai prestise dan gengsi, yang akhirnya menyebabkan tingginya masyarakat untuk mengikuti gaya hidup yang serupa.

Merebaknya restoran cepat saji dan budaya makan fast food yang menjadi tren berkat campur tangan media, selanjutnya tentu akan membawa dampak bagi munculnya ketergantungan masyarakat terhadap makanan pokok. Seperti kita contohnya, orang Indonesia yang saat ini sangat bergantung sekali pada nasi sebagai makanan pokok. Perpaduan dari kesemua hal tersebut, pada akhirnya akan membawa dampak yang lebih besar lagi bagi masyarakat.

Yakni naiknya tren angka penyakit non-menular seperti diabetes, stroke; obesitas dan lainnya. Dari masalah ini, Gardjito menekankan pentingnya kita sebagai orang Indonesia untuk mulai belajar dan memahami apa itu gastronomi. Menurut Gardjito, jika kita orang Indonesia ingin diakui sebagai bangsa yang berdaulat secara pangan dan kuliner serta kesehatan, ilmu gastronomi adalah solusi terbaik untuk bisa mencapai impian besar tersebut.

“Gastronomi itu tidak hanya persoalan meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian kita orang Indonesia, tapi juga berfungsi sebagai dalam bentuk bidang lain, mulai dari politik, pariwisata, pendidikan, perdagangan bahkan sampai perdaimana dunia. Ini tugas kita bersama, jadi ayo kita mulai bergerak sekarang”, tutup Gardjito sembari melontarkan senyuman.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun