Mohon tunggu...
Thomas Je
Thomas Je Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis yang ingin ditulis

There's no Superman.....\r\n\r\n...menulis yang ingin ditulis....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Senang Melihat Orang Susah, Sulit Melihat Orang Lain Bahagia

10 Desember 2019   13:36 Diperbarui: 10 Desember 2019   13:45 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kok beli HP merk itu sih, itu kan merk buat produsen TV sama kulkas? Nggak takut cepet rusak? Paling nggak sampai setahun selesai HP-mu! Nih kaya aku beli HP beneran, katanya sambil nunjukin HP miliknya. Komentar itu disampaikan teman saya saat saya beli HP itu 2 tahun lalu. Padahal ini HP sudah saya impikan beli setahunan, dan saya type orang yang beli sesuatu karena butuh dan fungsinya, bukan gengsi serta merknya saja. Sampai sekarang masih ada HPnya dan aman-aman saja saya pakai sehari-hari.

Yah masak beli mobil bekas, mobil Korea lagi? Kenapa nggak kayak kita beli mobil baru, mobil Jepang, TOP! katanya sambal angkat jempol. Ini Teman saya mengomentari teman yang lainnya saat melihat mobil baru tapi bekas miliknya terparkir di garasi rumahnya, sewaktu kami main ke sana. Si teman tuan rumah tersenyum saja mendengar komentarnya. Istrinya yang merengut sambil melirik ke arahnya. Padahal si tuan rumah ini beli cash, sementara sang komentator beli mobilnya secara kredit 6 tahun.

Pernah juga kakak perempuan saya curhat begini, kebetulan ada reuni SMP Lebaran beberapa tahun lalu, dan dia bertemu teman-teman gank SMPnya saat reunian. Nah secara kebetulan juga dia satu-satunya yang bekerja di antara teman-teman ceweknya ini. Komentar mereka seragam: kok kamu bekerja sih, kamu nggak kasihan anakmu? Setiap hari ditinggal bekerja kalian sebagai orang tuanya?

Hati hati lho sekarang pergaulan bebas anak-anak menjurus ke hal-hal yang negative dan berbahaya. Kayak kami lah selalu di rumah siap menemani anak-anak tumbuh dan belajar, kata seorang temannya yang suaminya dokter.

Sampai saat ini anak-anak kakak saya ini tumbuh sehat menjadi anak yang menurut saya baik-baik saja dan wajar pergaulannya sebagai seorang remaja, bahkan mereka berprestasi di sekolahnya.

Kapan wisuda? Ini pasti menjadi pertanyaan yang menghantui semua mahasiswa senior saat mudik Lebaran atau Natal nanti. Setelah wisuda ditanya lagi, kok belum bekerja sih? Saat sudah bekerja, ada lagi yang nanya kapan kawin? Jangan foya-foya pikirkan masa depan. Eh sudah menikah, ditanya kapan punya anak? Setelah punya anak satu, katanya masak Cuma punya anak 1, kapan punya adik? Jangan menunda-nunda lah. Dan ini akan terus bersambung sampai Lebaran Kuda.

Akan sangat berbeda kalau komentarnya begini : Wah kamu sudah masa akhir kuliah yah, ayo semangat ngerjain tugas akhirnya, sebentar lagi pasti wisuda.

Dan dilanjutkan Selamat yah sudah wisuda, banyak peluang pekerjaaan menunggumu kawan, sukses selalu. Lalu komentar begini : Syukurlah kamu sudah mendapatkan pekerjaan terbaik, jodoh pasti mengikuti yang terbaik juga, dan seterusnya.

Wow HP baru nih mantabs kawanku, makin semangat dong kerjanya, hebat nih bagus banget HPnya. Lalu buat yang punya mobil baru : Kamu hebat lho mas sudah bisa beli mobil baru, cash lagi. Selamat yah. Lalu komentar buat kakak saya : Hebat kamu Rin, anakmu 2 orang sudah besar-besar, membesarkan mereka sambil bekerja seperti kamu itu luar biasa, semoga anak-anakmu menjadi anak yang berbakti dan sukses nantinya.

Komentar-komentar yang terakhir ini lebih menyejukkan dan menimbulkan semangat dong daripada yang pertama.

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa orang cenderung melakukan komentar negative terhadap orang lain? Bahkan sahabatnya atau anggota keluarganya sendiri sekalipun. Apakah ini indikasi superior seseorang? Tidak mau kalah dari orang lain? Tidak mau terlihat lemah daripada orang lain?

Silahkan diingat-ingat, berapa % teman yang memberikan komentar negative, dan berapa % yang berkomentar positif terhadap suatu kejadian yang anda alami. Bisa diperkirakan lebih dari 50% cenderung menerima negative opinion dari orang lain. Saya juga mangalaminya.

Lalu apa yang salah dengan teman-teman komentaor ini? Apakah kita salah pilih teman?

Setiap orang memiliki ego masing-masing, atau disebut juga egoisme. Secara nalar, orang pasti lebih mencintai dirinya sendiri daripada orang lain bukan?

Dikutip dari Wikipedia : Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri.

Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekatnya. Jadi secara psikologis, sebenarnya ini normal adanya, bahwa setiap orang akan mengunggulkan dirinya sendiri walaupun harus menjatuhkan orang lain.

Hanya saja tingkat kontrol masing-masing orang tentu berbeda-beda terhadap sifat ini. Kalau menurut saya, selama komentar atau apapun itu tidak merugikan kita secara langsung sih saya anggap angin lalu saja. Masalahnya tidak semua orang bisa menerima itu dengan lapang dada. 

keepcalms.com
keepcalms.com

Kuncinya sebenarnya ada di diri kita masing-masing, harus kita mulai dari diri sendiri. Selalu berpikir positif, memberikan support kepada kawan dan saudara dalam hal apapun.

Menghargai apa yang sudah mereka perjuangkan dengan apresiasi. Memberikan komentar positif kepada mereka terhadap sebuah pencapaian, bahkan kegagalan sekalipun. Bukankah hal ini sangat indah jika bisa kita lakukan bersama? Persahabatan menjadi lebih erat, kekeluargaanpun menjadi semakin kuat.

Nah sekarang, kembali ke diri kita masing-masing, mau memilih menjadi komentator yang positif atau negative? Kalau saya sih memilih menjadi seseorang yang selalu positif, membuat orang bahagia hanya dengan berkomentar yang mendukungnya itu sangat mudah dan membuat kita bahagia juga pastinya.

Salam bahagia selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun