Dalam sebuah Acara dies natalis Persatuan Mahasiswa Halmahera Utara (PMHU) yang dirangkaikan dengan dialog kebudayaan, Menarik perhatian saya untuk datang. Selain ingin mempererat Silahturahmi dengan teman-teman di PMHU, tentunya ingin memantau gadis-gadis dari Galela, Kao, Tobelo hingga loloda. Wajar saja saya ingin menerapkan apa yang sering terdengar "Cintai ploduk-ploduk lokal"
"Membumikan budaya hibualamo ditengah krisis global" begitu tema dialog kali ini, sebelum hadir. Saya berspekulasi bahwa yang akan disalahkan dalam dialog nanti adalah Anak muda dan globalisasi. 1. Anak Muda yang tidak lagi peduli pada kebudayaan 2. Globalisasi yang membombardir ketahanan kebudayaan daerah. Dan hasilnya spekulasi saya tidak salah. Seolah-olah bahwa dengan laju globalisasi yang semakin cepat ibarat laju Mobil lintas Sofifi-Galela. Kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk melestarikan kebudayaan Dan tinggal menunggu terlindas globalisasi. Padahal mestinya ada upaya menjaga keberlangsungan ekosistem kebudayaan.Â
Saat saya diberi kesempatan bertanya, pertanyaan pertama saya soal Warisan budaya takbenda(WBTB) Yang saya lihat minim pengusulan ke Kemendikbudristek, kalaupun ada mungkin dengan memegang teguh prinsip "bekerja dalam diam"
Pertanyaan kedua, Apakah Kita butuh semacam dewan kebudayaan kabupaten Halmahera Utara ? dipertanyaan kedua saya memang cukup nyeleneh, untuk memancing pendapat forum soal ini. Jawaban singkat Narasumber "Kalau itu baik akan disampaikan ke pak bupati"Â
Perihal dewan kebudayaan yang dipertanyakan.Â
2021 lalu, saya diberi kesempatan untuk menghadiri Temu Wicara Seniman dan Budayawan di Royal Resto, yang melahirkan 9 rekomendasi pembentukan dewan kebudayaan. Pasca itu, saya tidak lagi mengetahui progres pembentukan dewan kebudayaan ini, kabar terakhir terjadi pro-kontra tentang pembentukan dewan kebudayaan dari berbagai pihak. pasalnya daerah Maluku Utara sudah ada lembaga adat dan kebudayaan yang berdiri sejak ribuan tahun, begitu juga paguyuban-paguyuban yang telah lama berdiri dan mengakomodir kebudayaan lokal yang ada makanya tidak dibutuhkan lagi lembaga semacam dewan kebudayaan.Â
Apakah Halmahera Utara butuh dewan kebudayaan?
pembentukan Dewan Kebudayaaan memang menjadi wewenang pemerintah di daerah. Intinya, keberadaan Dewan Kebudayaan adalah sebagai kepanjangan tangan pemerintah di daerah. Jadi, ada tidaknya Dewan Kebudayaan sangat tergantung apakah pemerintah daerah merasa perlu atau tidak Dewan Kebudaayan itu. Dari berbagai pendapat dalam dialog yang merasa miris dengan kondisi kebudayaan dihalmahera Utara,
Mulai dari mempertanyakan peran lembaga adat, kerja-kerja instansi terkait, hingga langkah pemerintah daerah dalam upaya pemajuan kebudayaan di kabupaten Halmahera UtaraÂ
saya merasa kita perlu semacam dewan kebudayaan kabupaten dengan menghimpun berbagai kalangan yang peduli terhadap pemajuan kebudayaan daerah. Apa tugasnya dewan ? Misalnya
Melakukan pemajuan kebudayaan daerah secara Aktif dan berkelanjutan, Lantas, wewenangnya apa ? Misalnya memfasilitasi organisasi kemasyarakatan untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam kegiatan pemajuan kebudayaan.Â
Itu semua masih dalam narasi misalnya, untuk yang lebih serius kalau nanti disepakati dan dibuat forum terbuka untuk didiskusikan. Karena mau bagaimanapun saya hanya anak ingusan yang harus mendengar yang lebih tua terkait solusi pemajuan kebudayaan di daerah.
Wallahu a'lam bish-shawab