Fenomena ini menggambarkan perubahan besar dalam dunia pendidikan:
**otoritas guru semakin tergerus oleh persepsi bahwa anak tidak boleh merasa tidak nyaman.
** Padahal, pendidikan sejati tidak selalu manis; ia kadang pahit, tetapi menyembuhkan.
Guru bukan musuh yang harus disalahkan, melainkan manusia yang berjuang menjaga nilai-nilai di tengah tekanan zaman.
Guru yang harus meminta maaf karena mendidik dengan tegas bukanlah guru yang gagal---melainkan guru yang sedang berhadapan dengan realitas baru. Ia belajar menyesuaikan pendekatan tanpa kehilangan makna. Ia belajar bahwa di balik setiap teguran, kini perlu ada penjelasan; di balik setiap hukuman, harus ada empati.
Namun, masyarakat juga perlu merenung:
**apakah kita masih memberi ruang bagi guru untuk benar-benar mendidik, bukan sekadar mengajar?
** Jika setiap upaya pembentukan karakter selalu disalahartikan sebagai kekerasan atau penghinaan, maka kita sedang menciptakan generasi yang sulit menerima konsekuensi, sulit belajar dari kesalahan, dan terbiasa dilindungi dari tanggung jawab.
Guru, pada akhirnya, tetap manusia. Ia bisa salah, tetapi niat mendidiknya tidak pernah berhenti.
Akan lebih indah jika dunia pendidikan berjalan beriringan, guru dihargai, murid dipahami, dan orang tua menjadi mitra yang percaya bahwa setiap tindakan guru berakar dari kasih untuk membentuk masa depan yang lebih baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI