Hampir setiap hari Conny kolegaku dan aku mengambil waktu istirahat bersama. Seperti biasa sambil menikmati sarapan, kami cerita-cerita tentang segala hal. Tetapi pagi ini Conny kelihatan begitu gelisah dan jengkel. Sambil menggerutu dia bilang "Ich hasse Homeschooling, ich will dass die Kinder wieder in die Schulle lernen" Aku benci Homeschooling, aku ingin anak-anak kembali ke sekolah."
Kasihan Conny dan ibu-ibu lain yang harus bekerja sementara anak-anak di rumah dan Homescchooling. Tidak semua pekerjaan di masa pandemi bisa dikerjakan di rumah atau Homeoffice, di mana kerja di rumah sambil mengawasi anak-anak belajar. Â Dalam hati aku bersyukur bahwa di masa pandemi ini anak-anakku sudah dewasa.Â
Meskipun harus kuliah online tetapi sudah memiliki tanggung jawab sendiri untuk belajar. Meskipun kadang-kadang juga mengeluh "Ich brauche motivation" aku butuh motivasi. Itulah sebabnya meskipun kuliah online anakku tidak tinggal di rumah, tetapi tetap berada di WG (Wohn Gemeinschaft) yaitu apartemen yang disewa bersama-sama dengan student lain. Di sana mereka saling berdiskusi dan memotivasi.
Dari cerita kolega dan sahabatku Conny aku bisa merasakan hal-hal yang memberatkan hatinya di masa pandemi ini.
1. Masa Puber
Wah kompleks sekali permasalahannya, Homeschooling dan anak-anak di masa puber. Temanku bercerita bahwa anaknya berusia 14 tahun, masa- masa sulit. Sebetulnya tidak bodoh tetapi belum ada kesadaran belajar. Aku bisa rasakan anak diusia ini, Â kanak-kanak tidak, dewasa belum. Aku ingat masa-masa seperti ini anak-anakku dulu.Â
Bicara keras bukan cara yang terbaik. Saat itu aku hanya berfikir saat sulit ini bukan hanya pada kami orang tuannya juga sulit untuk anak-anak. Dimengerti, diterima dan hubungan komunikasi tidak putus merupakan salah satu cara untuk menghadapinya. Â Mencari waktu bicara dari hati kehati, untuk mengupayakan kesadaran belajar. Saya mengerti sekali bahwa tidaklah mudah.
2. Peran orang tua dalam belajar anak
Seandainya di masa pandemi ini  bapak atau ibunya di rumah, dan mengawasi mereka belajar mungkin lebih mudah. Sayang sekali Conny sahabatku dan suaminya kebetulan bekerja di bidang yang tidak bisa dilakukan dengan Homeoffice jadi harus meninggalkan rumah dan anak-anak sungguh-sungguh harus belajar sendiri, kasihan memang Hampir setiap hari temanku menelpun anaknya mengecek apakah mengikuti kelas online.
 Conny cerita berdasarkan laporan dari gurunya anaknya sering tidak hadir di kelas online. Beruntung meskipun tidak ada kelas langsung tetapi hubungan orang tua murid dan guru berlangsung baik. Jadi memang penting sekali komunikasi yang baik antara orang tua murid dan guru untuk keberhasilan proses belajar anak. Â
3. Ajang pertemuan dengan teman-teman sebaya
Temanku juga mengeluhkan tidak ada kontak fisik anak-anaknya dengan teman sebaya. Di saat pandemi ini  hampir semua verein , grup -grup atau club-club olah raga dan hobby tutup.  Aku bisa bayangkan betapa membosankannya saat ini. Harus di rumah tidak bisa main bola, main basket, main handball dan kelompok-kelompok olah raga yang lain.Â
Selain berolah raga, dalam kelompok ini juga merupakan ajang pertemuan dengan teman-teman sebaya. Aku bisa bayangkan betapa mereka bergembira berolah raga, bermain, bertanding dengan gembira. Tiba-tiba semua kegembiraan itu tidak diijinkan lagi. Sedih membayangkan semua itu. Aku bisa merasakan kesedihan dan beban dari sahabatku Conny, dimana anaknya di usia remaja yang seharusnya bergembira harus banyak tinggal dirumah dan hampir tidak memiliki teman sebaya.
4.Kecanduan permainan Game online
Karena hanya tinggal di rumah dan orang tua dua-duanya bekerja mau tidak mau anak- anak remaja itu jatuh ke kecanduan main Game online. Anak-anak menyebutnya Zocken. Mereka bermain dengan teman-temannya tetapi online. Apabila dilakukan disaat senggang tidak apa-apa dan baik saja. Sayang sekali dimasa pandemi ini banyak anak-anak kecanduan permainan ini. Mereka berjam-jam bermain lupa belajar dan tidak peduli lagi dengan sekitarnya. Aku bisa bayangkan kecemasan sahabatku.Â
Sebagai orang tua saya semakin sadar bahwa, kita harus kreativ dan menggunakan saat-saat yang terbatas karena kerja untuk memperhatikan anak-anak. Mungkin dengan kegiatan-kegiatan yang melibatkan mereka. Misalnya bersepeda bersama, berpiknik bersama di alam bebas, di hutan, dipinggir danau atau sungai. Sulit dengan berbagai keterbatasan  dan protokol pandemi  tetapi mungkin. Sangat penting adalah komunikasi antara anak dan orang tua tidak boleh putus. Meskipun dimasa puber yang sulit, tetap tenang dan mengerti dan menerima mereka apa adanya.
Saya hanya berdoa dan terus berharap semoga pandemi segera berlalu dan anak-anak bisa bersekolah lagi dengan gembira dan mereka boleh lagi bermain bola, bermain basket dan permainan-permainan yang membuat mereka aktiv berolah raga dan bergembira. Semoga.
Dietzenbach, 17 Maret 2021 Â Â Â