Mohon tunggu...
Theressa Gabriella
Theressa Gabriella Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pilkada Banten: Dilema Pandemi dan Dinasti

4 November 2020   21:17 Diperbarui: 4 November 2020   21:27 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Theressa Gabriella Abigael Mahubessy*

     Setelah penundaan pilakada serentak yang seharusnya dilangsungkan pada 4 mei 2020 lalu, menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2020 tentang penundaan pilkada 2020 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi Dodo. Pemilihan kepala daerah atau kerap disingkat pilkada akan segera dilangsungkan pada 9 desember mendatang. Rakyat akan melangsungkan sebuah pesta demokrasi yang akan mengawali kepemimpinan daerah mereka untuk beberapa tahun kedepan. Dimana tercatat ada setidaknya 270 daerah di seluruh Indonesia yang akan melangsungkan pilkada serentak ini.

     Satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari hiruk pikuk pilkada tahun ini adalah pandemi virus corona atau COVID-19. Masyarakat terbagi menjadi 2 kubu antara pro dan kontra. Mereka yang setuju berpendapat, kalaupun diundur, sampai kapan pengunduran ini berlangsung, dan siapa yang bisa memastikan sampai kapan pandemi ini berakhir. Sementara mereka yang tidak setuju bertanya tanya apa yang ada di benak pemerintah. Jika sebelumnya kita diminta untuk tetap dirumah dan  menghindari kerumunan, apakah pilkada adalah sebuah pengecualian?

     Dilansir dari liputan 6, setiap berlangsungnya pilkada di Indonesia, beberapa negara akan mengirimkan delegasinya untuk objek pemantauan lembaga internasional, melihat bagaimana dalam proses peralihan kekuasaan itu tidak menimbulkan konflik. Sesuatu yang membanggakan dan tentunya. Sebagai masyarakat, kita berharap walaupun di tengah pandemi ini Indonesia tetap bisa menjadi contoh demokrasi yang adil.

    Baik pilkada maupun pemilu tentu tidak bisa lepas dari demokrasi. Kita tentu berharap, langsung, umum, bebas rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil) bukan semata mata hanya "asas" yang ditulis tetapi diwujudkan secara nyata dalam demokrasi, apapun tantangannya. KPU tentu dihadapkan pada sesuatu yang sulit. Mungkin mereka bukan orang awam dalam pesta demokrasi ini. 

    Mungkin beberapa mereka sudah beberapa kali ambil bagian, namun bagaimana di tengah pandemi ini partisipasi masyarakat tetap sama, namun juga harus memastikan pilkada tahun ini bejalan sesuai protokol kesehatan bukan malah menjadi cluster baru penyebaran COVID-19 tentu adalah sebuah tantangan baru.

    Setelah secara resmi menutup pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah yang dibuka pada pada 4-6 september lalu, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Banten mengumumkan ada 11 bakal paslon yang siap bertarung di pilkada serentak tahun ini. Terbagi menjadi 4 daerah pemilihan, yaitu Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, Kabupaten pandeglang, dan Kota Cilegon. 

    Kota Tangerang Selatan dengan 3 bakal paslon, Kabupaten Serang dengan 2 bakal paslon, Kabupaten Pandeglang dengan 2 bakal paslon, dan terakhir Kota Cilegon dengan 4 bakal paslon.

    Berbicara mengenai pilkada Banten rasanya kurang lengkap tanpa membahas dinasti Atut, Kalian pasti sudah tidak asing lagi kan? Ya, Ratu Atut Chosiyah. Beliau merupakan gubernur Banten selama 2 periode, sekaligus gubernur perempuan pertama di Indonesia, namun dinonaktifkan pada tahun2014 karena tersandung kasus korupsi yang tak main main besarannya. Masih hangat di ingatan walaupun sudah 6 tahun lamanya.

    Menurut laporan matamatapolitik, meski dirundung korupsi elektabilitas keluarga Atut tak terkena dampaknya, hal ini dibuktikan dari banyaknya keluarga Atut yang maju menjadi kepala daerah bahkan menduduki kursi kursi legislatif. Ini menandakan, dinasti politik Ratu Atut Chosiyah di Banten masih kuat. Walaupun saat kasus korupsinya itu terungkap banyak sekali omongan miring yang beredar di masyarakat, khususnya masyarakat Banten. Lantas bagaimana bisa keluarga ini tetap menduduki pemerintahan di Banten?

    Pada pilkada 2020 ini, adik Ratu Atut Chosiyah, yaitu Ratu Tatu Chasanah mencalonkan diri sebagai calon bupati Serang, hal ini menjadi bukti nyata bahwa eksistensi dinasti Atut tidak luntur, Tatu juga merupakan ketua DPD partai Golkar provinsi Banten. Sungguh suatu tanda tanya besar, bagaimana masyarakat bisa tetap mempercayakan sosok pemimpin dengan latar belakang seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun