Topik ini saya ambil berdasarkan pengalaman saya sendiri sebagai gen-z yang makin-makin ada saja gebrakannya. Mungkin bagi gen-z, istilah paparazi ini familiar tapi bisa jadi istilah ini tidak familiar di masyarakat. Apabila pembaca artikel ini baru saja mendengar dengan istilah paparazi ini maka penulis mau memberitahu dulu apa sih paparazi itu?
Melansir dari Wikipedia, bahwa Paparazi (bahasa Inggris:Â paparazzi; bahasa Italia: paparazzo) adalah istilah yang merujuk pada fotografer lepas yang sering membuntuti orang yang mereka sukai atau cintai untuk mengambil gambar atau foto dari orang tersebut tanpa disadari.
Namun, di saat sekarang ini istilah paparazi ini sebenarnya mengacu pada tindakan mengambil foto orang lain secara diam-diam tanpa persetujuannya. Contoh konkrit yang sering penulis temui adalah seseorang mengambil foto gebetannya yang enggak sengaja ketemu di sebuah coffee shop. Mungkin saja tindakan ini sebenarnya tidak ada unsur berniat jahat "kan hanya untuk koleksi saja gapapa dong?". Namun, yang menjadi pertanyaan dengan kita memfoto seseorang kemudian mengoleksinya tanpa persetujuan orang tersebut, apakah ini boleh? apakah tidak melanggar hukum?
Mengenai hal ini maka ada beberapa hal yang harus diperjelas:
- Dalam konteks apa foto itu diambil
Maksudnya adalah apakah pengambilan foto tersebut di tempat umum seperti taman atau jalanan ataukah di ruang pribadi seperti rumah dan kantor. Hal ini juga berpengaruh terhadap apakah tindakan paparazi ini sah atau melanggar hukum.
   2. Penggunaan Fotonya
Maksud penggunaan foto ini adalah berkaitan dengan apa tujuan paparazi ini? apakah sebagai koleksi pribadi saja ataukah digunakan untuk tujuan komersial. Ketika tujuan paparazi ini sudah berhubungan dengan tujuan komersial tentu hal ini akan lebih berisiko secara hukum.
Dalam konteks paparazi ini, maka kita dapat merujuk pada beberapa peraturan:
- Pasal 1 Angka 1 UU ITE yang berbunyi
"Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya"
Pasal ini berkaitan dengan Paparazi yang biasanya dilakukan dengan menggunakan handphone atau camera dan hanya disimpan didalamnya tanpa dicetak, sehingga hasil paparazi berupa foto seseorang tersebut dalam konteks UU ITE ini dikategorikan sebagai dokumen elektronik.
Nah, dikarenakan hasil paparazi ini termasuk ke dalam dokumen elektronik, maka penggunaan dokumen elektronik (hasil paparazi) ini tidak boleh bertentangan dengan berbagai peraturan yang ada di dalam UU ITE.
  2. Pasal 12 ayat (1) UU Hak Cipta yang berbunyi:
"Setiap Orang dilarang melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, dan/atau Komunikasi atas Potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya"
Selanjutnya Pasal 115
"Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik dalam media elektonik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
"Setiap Orang yang tanpa persetujuan dari orang yang dipotret atau ahli warisnya melakukan Penggunaan Secara Komersial, Penggandaan, Pengumuman, Pendistribusian, atau Komunikasi atas Potret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk Penggunaan Secara Komersial baik dalam media elektonik maupun non elektronik, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Merujuk pada Pasal 1 ayat 10 UU Hak Cipta bahwa yang dimaksud dengan potret adalah karya fotografi dengan objek manusia sehingga hasil paparazi yang kita bahas ini dapat dikualifikasikan sebagai potret.
Berdasarkan Pasal 115 jo. Pasal 12 ayat (1) diatas dalam konteks paparazi ini maka apabila hasil paparazi (foto seseorang) digunakan untuk kepentingan reklame atau periklanan untuk tujuan komersial tanpa adanya persetujuan yang difoto maka ini akan ada sanksi hukumnya.
Sehingga kita dapat diasumsikan bahwa apabila hasil paparazi dilakukan bukan untuk tujuan komersial, termasuk hanya untuk koleksi pribadi maka ini tidak dikualifikasikan tindakan melanggar hukum seperti yang dimaksud dalam Pasal 115 jo. Pasal 12 ayat (1) diatas.
Namun, dengan adanya asumsi diatas dapat ditarik sebuah asumsi lain bahwa pelaku paparazi memiliki tanggung jawab untuk menyimpan baik hasil paparazinya, jangan sampai paparazi yang merupakan dokumen elektronik ini disalahgunakan. Contohnya hasil paparazi ini diketahui oleh teman pelaku paparazi, kemudian dikarenakan teman pelaku mungkin memiliki dendam dengan orang yang berada dalam foto tersebut sehingga disebarluaskan dengan memuat ujaran kebencian maka ini berpotensi melanggar UU ITE atau digunakan untuk tujuan komersial.
Sumber:
- Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI