Aku sedang makan snack pisang keju di meja makan ketika Edo pulang dari kampus dan langsung merebahkan diri di sofa. Tidak mengucapkan salam, tidak mengucapkan sapa, seperti itulah adikku itu. Ia lalu menyalakan tv dan mengganti channel -- channel.
"Bagaimana ujianmu? Katanya gampang?"
"Hmmm."
Seperti itulah orangnya. Cuek dan tidak peduli kepada orang lain. Namun ia akan berubah 180 derajat kalau ada yang menarik hati. Seperti sekarang ini. Sudah lama aku tahu bahwa ia tertarik kepada meditasi, dan salah satu channel tv menayangkannya. Seorang wanita sedang melakukan meditasi di atas sebuah permadani, dengan sikap kaki terlipat dan tangan membentuk sikap mudra.
Aku memerhatikan dia terlarut dalam penjelasan dokumenter itu. Dikatakan bahwa tujuannya adalah untuk memusatkan cakra dan energi. Aku tidak terlalu memerhatikan, karena handphoneku terus berdering. Grup budidaya ikanku sedang sibuk mencari varietas baru. Baru ketika bahasan itu selesai, aku sadar bahwa acara dokumenter juga telah selesai. Aku mencoba bertanya.
"Apa kamu sudah pernah mencoba untuk melakukan meditasi, Do?"
"Belum, bang."
"Kenapa tidak mencobanya? Bukannya kamu tertarik?"
"Ya, betul, menarik sekali. Tetapi aku takut untuk mengosongkan pikiran. Pikiran dan jiwa yang kosong akan menjadi wadah sempurna bagi makhluk lain."
Aku sedikit tercekat dengan jawaban Edo. Memang ia adalah murid yang pintar. Namun, untuk seorang yang relijius, tidak sama sekali. Maka aku bingung dengan jawaban itu. Namun ini akan menjadi diskusi yang menarik bagi kami. Aku segera mengambil tempat di samping sofa.