Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perang Sriwijaya - Medang [Novel Nusa Antara]

1 April 2020   08:38 Diperbarui: 1 April 2020   08:39 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ribuan layar terkembang.

Udayaditya berusaha mengikat tali pada alas kakinya. Kokokan ayam yang membangunkannya terasa berbeda di hari ini. Ia merasa bahwa dirinya akan menjadi saksi bagaimana sebuah kerajaan besar terhapus dari permukaan bumi.

Walaupun aku tidak berkontribusi besar, mataku akan menyaksikan segalanya. Itu sudah cukup.

Ia beranjak dan melihat ke luar jendela di bilik tidur. Pelabuhan di Sungai Musi terlihat ramai dengan kapal -- kapal yang tertambat di sisi -- sisi pelabuhan. Semuanya memiliki layar kecil di atas ketiga layar kuning, berbeda dari yang biasa dimiliki oleh kapal -- kapal Sriwijaya. Di kejauhan ia melihat biru laut terbentang sangat luas. Matahari baru saja meninggi pada saat itu.

Kapal -- kapal paman Balaputradewa sudah tidak terlihat lagi. Ia sudah berangkat. Semua sesuai dengan rencana.

Udayaditya melangkah keluar bilik tidurnya. Sempat mengambil sembah di hadapan Sang Buddha yang berada di bagian utara, ia berjalan menuruni anak tangga menuju halaman depan istana. Tidak seperti khalayak Sriwijaya yang umumnya mengenakan sari kuning atau bertelanjang dada, ia kini mengenakan pakaian kulit berwarna cokelat kehitaman. Ikat tangan berwarna kuning berada di pergelangan tangannya, sebagai pengingat bahwa dirinya adalah seorang penduduk Sriwijaya. Di pinggangnya tersemat sebuah belati, panah beserta anaknya melekat di punggung.

Udayaditya hendak melangkah keluar istana dan menuju pelabuhan sebelum sebuah suara memanggilnya.

"Udayaditya, kemarilah. Sang raja hendak berpesan padamu."

Udayaditya menoleh dan melihat sang patih, Sanggabuana, memanggilnya dari pintu masuk ruang kebesaran raja. Ia menghentikan langkah dan berputar arah mengikuti. Udayaditya memasuki ruang kebesaran raja. Di hadapannya terbentang sebuah permadani berwarna merah. Di samping -- sampingnya pilar -- pilar tinggi dan besar menjulang tinggi menuju langit -- langit. Seorang insan harus mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat ujung langit -- langit itu. Di ujung permadani sebuah kursi berwarna emas terletak dengan segala keanggunannya. Bagian belakang kursi menjulang tinggi, hingga dua kali lipat manusia yang duduk di atasnya. Sebuah bola merah keemasan berada di puncak kursi itu, menandai sang empunya adalah orang nomor satu di kerajaan. Di kiri dan kanannya masing -- masing patung singa terbuat dari emas berdiri, layaknya menjaga singgasana dari gangguan penjahat.

Udayaditya melangkah cepat menuju bagian depan ruang kebesaran. Ketidaknyamanannya di hadapan sang raja bukanlah yang pertama kali ia rasakan. Ingin sekali rasanya aku cepat -- cepat pergi dari sini dan hadapannya.

"Sungguh semangat yang kuharapkan, anakku. Kau sudah tidak sabar untuk menuju ke medan perang, bukan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun