Mohon tunggu...
Theofilus Kumaat
Theofilus Kumaat Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Milanisti Garis Waras yang mencintai sepakbola dan musik jadul.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Yang Diperlukan Timnas Italia adalah Grinta

1 April 2022   19:01 Diperbarui: 1 April 2022   21:45 2067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa bulan lagi gelaran Piala Dunia 2022 Qatar akan bergulir. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, Piala Dunia akan diadakan pada musim dingin tepatnya 21 November 2022-18 Desember 2022. Keputusan ini diambil mengingat tingginya suhu di Qatar ketika musim panas yang dapat mencapai 50 derajat celcius. 

Beberapa negara telah memastikan tempat untuk tampil di gelaran akbar empat tahunan ini. Dalam perjalanan menuju Piala Dunia 2022 banyak kejutan yang terjadi. Beberapa diantaranya adalah Timnas Rusia yang dicoret dari babak Play-off karena masalah perang, Timnas Aljazair yang harus kalah menyakitkan lewat gol di masa Injury Time dari Timnas Kamerun, serta kekalahan Sang Juara Eropa yang juga adalah salah satu tim unggulan yakni Timnas Italia atas Makedonia Utara di babak Play-off zona eropa.

Kekalahan atas Makedonia Utara membuat Timnas Italia harus mengubur asa untuk tampil di Piala Dunia 2022. Ini juga adalah kedua kalinya secara berturut-turut Timnas Italia gagal menembus putaran final Piala Dunia setelah di edisi 2018 mereka juga gagal lolos setelah dikalahkan Swedia di babak Play-off. Bahkan jika ditarik lebih jauh, sejak terakhir kali menjadi juara di Piala Dunia 2006 yang diadakan di Jerman, prestasi Timnas Italia di ajang Piala Dunia terus menurun (2010 & 2014 Fase Grup, 2018 & 2022 tidak lolos). Hal ini tentu sangat disayangkan oleh banyak pihak, terutama para Tifosi yang sampai saat ini hanya bisa mengenang momen ketika Fabio Cannavaro mengangkat trofi Piala Dunia 2006.

Yang menjadi pertanyaan, sebenarnya apa yang terjadi dengan Timnas Italia pasca Piala Dunia 2006? Menurut saya jawabannya sederhana, Timnas Italia pasca Piala Dunia 2006 kehilangan Grinta mereka. Secara sederhana, Grinta dapat diartikan sebagai tekad serta  determinasi untuk mencapai sesuatu. 

Ini juga berkaitan dengan mental yang kuat untuk dapat keluar dari tekanan dan mendapatkan hasil terbaik. Di Piala Dunia 2006, kita dapat melihat bagaimana para punggawa Gli Azzuri dapat menunjukkan hal ini ketika bermain. Gennaro Gattuso dan kawan-kawan menampilkan spirit Grinta dengan sangat baik sepanjang turnamen. 

Bermain dengan determinasi dan tekad yang kuat, mereka selalu siap untuk “berjuang sampai akhir”. Apapun resikonya, mereka hanya fokus pada tujuan untuk menjadi juara dunia. 

Kita tentu ingat bagaimana penalti Francesco Totti di Menit 90+5 ketika menghadapi Australia di babak 16 besar serta bagaimana mereka berjuang sampai babak perpanjangan waktu untuk mengalahkan  Jerman, serta sampai babak penalti untuk mengalahkan Prancis di partai Final. 

Tentu keberhasilan mereka menjadi juara tidak bisa dilepaskan dari racikan pelatih ketika itu yakni Marcello Lippi. Namun, yang menjadi pembeda adalah mereka tidak hanya bergantung pada satu pemain saja, seluruh tim bekerjasama serta memiliki Grinta untuk mencapai tujuan mereka menjadi juara dunia.

Hal ini berbanding terbalik dengan Timnas Italia pasca Piala Dunia 2006. Walaupun telah beberapa kali mengalami pergantian pelatih, bahkan menjadi juara eropa, namun semakin jelas bahwa Timnas Italia pasca Piala Dunia 2006 kehilangan Grinta mereka. Mereka tidak lagi menunjukkan tekad dan determinasi ketika bermain sebagai sebuah tim. Bahkan, bisa dibilang permainan Timnas Italia hanya mengandalkan kualitas individu pemain. 

Beberapa kali kita melihat bagaimana mereka mengalami kesulitan apabila pemain-pemain kuncinya tidak bisa tampil. Terbaru di kualifikasi Piala Dunia 2022, banyak yang menganggap absennya Federico Chiesa merupakan salah satu faktor kegagalan Timnas Italia. Tidak salah memang bermain dengan mengandalkan kualitas individu, namun satu hal yang perlu diingat adalah bahwa sepakbola adalah tentang permainan tim. Sehebat apapun kualitas seorang pemain, hal itu harus dipadukan bersama anggota tim yang lain.

Hal berikutnya yang perlu disorot adalah Timnas Italia saat ini seakan lebih “baper” dan “cengeng”. Para pemain dan pelatih terlalu mudah untuk terprovokasi dan memprotes keputusan atau komentar-komentar yang dilontarkan kepada mereka. Kita bisa melihat hal ini antara lain ketika Gigio Donnarumma mendapat kecaman dari fans Milan akibat keputusannya untuk tidak memperpanjang kontrak, tindakan itu justru direspon oleh pelatih Roberto Mancini yang mengecam tindakan fans Milan tersebut yang akibatnya berpengaruh pada mentalnya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun