II. Yusuf
Yusuf adalah gembala magang, masih yunior, yang seharusnya ada di bawah bimbingan kakak-kakaknya, para gembala senior. Dan inilah perspektif Yusuf terhadap kakak-kakaknya: pertama, kakak-kakaknya telah melakukan kejahatan sehingga mereka layak diadukan kepada ayah mereka (ayat 2b). Kedua, kakak-kakaknya perlu mengetahui tentang masa depan mereka, termasuk orangtua mereka yang akan hidup di bawah kekuasaan Yusuf (ayat 5-9).
Perspektif Yusuf kepada kakak-kakaknya menunjukkan siapa dia yang sesungguhnya:
1. Yusuf masih muda, baru berumur tujuh belas tahun (ayat 2a).
2. Yusuf anak muda yang jujur dan polos.
Jadi, ketika Yusuf mengadukan kejahatan kakak-kakaknya, ia bersikap jujur, ia tidak mau menutupi kejahatan yang ia lihat di depan matanya. Tidak ada indikasi pengaduan Yusuf terdapat motif jahat guna menjatuhkan kakak-kakaknya di depan ayah mereka.
Ketika Yusuf menyampaikan mimpi-mimpinya, semua itu dilakukan karena kepolosannya, bukan karena kesombongannya. Ingat, Yusuf baru berumur tujuh belas tahun, cara berpikirnya belum banyak pertimbangan seperti orang dewasa pada umumnya, tidak ada intrik di dalam pikirannya, tidak ada keculasan di dalam hatinya. Inilah yang gagal dipahami oleh kakak-kakaknya dari perspektif mereka, apalagi hati mereka memang sudah tidak beres.
Kompasianer, mari ambil pelajaran dari kisah ini bagi kehidupan kita sehari-hari. Di dalam keluarga, di lingkungan tempat tinggal, di dunia kerja atau bisnis, di pemerintahan, di area politik, dan bahkan di lingkup urusan agama, pasti ada saja kondisi seperti yang terjadi pada Yusuf dan kakak-kakaknya. Pasti ada orang yang memiliki perspektif seperti Yusuf, namun pasti ada juga orang yang mempunyai perspektif seperti kakak-kakaknya. Nah, kita ada di perspektif yang mana? Yuk, kita renungkan bersama.
Demikianlah pelajaran Alkitab dan renungan pada hari ini. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya, Tuhan Yesus memberkati Kompasianer sekalian. Haleluyah.
     Â