Kalau ada yang bilang inspirasi bisa datang dari mana saja, maka aku orang pertama yang bilang "yes" .
Inspirasi tulisan kali ini aku dapat dari tempat tidak terduga bernama "kolom komentar".
Selama durasi istirahat siang tadi, aku luangkan sejenak membaca tulisan-tulisan di kompasiana. Maklum sejak bergabung bulan Juli 2020, kompasiana bagiku pribadi telah menjadi salah satu ruang belajar dan menimba ilmu.
Aku tidak pernah membatasi topik bacaan. Selama tulisan itu menarik, maka pasti aku habiskan hingga tanda baca terakhirnya. Kebetulan hari ini aku mendapatkan ilmu baru di bidang menulis dari salah satu panutan penulis yaitu Pak Khrisna Pabichara.
Kalau kamu kompasianer sejati tentu tidak akan asing dengan beliau. Tulisan yang lugas, jelas, sangat memperhatikan kaidah namun kadang sedikit pedas adalah ciri khas Pak Khrisna (hehe...).
Tetapi buat aku seorang pemula memang harus diberi yang pedas-pedas dulu biar tahan mental mas bro (wkwk...). Entah kenapa padahal kami tak pernah saling jumpa, namun lewat tulisan-tulisan beliau seolah aku mengenalnya lama.
Well.. mungkin itulah perbedaan menulis biasa dengan menulis menggunakan rasa. Kalau menulis biasa semua orang bisa, sedangkan menulis menggunakan rasa itu berbeda karena tulisan seperti jendela jiwa yang dapat berbicara.
Rasa itu jujur, dia mendahului semuanya. Ada rasa cinta sebelum kata cinta, ada rasa benci sebelum kata benci dan seterusnya.Â
Tetapi rasa dapat pula dikhianati oleh bahasa. Hal itu terjadi manakala kita benci tapi bilang cinta atau mencintai tapi tidak suka.
Hmmm... (menghela nafas panjang)Â sebagai pengingat untukku juga agar selalu menjunjung kejujuran.
Tulisan yang berbicara merupakan salah satu kelebihan Pak Khrisna. Meskipun tidak semua artikel beliau aku baca, tapi sebagian besar tulisannya penuh dengan ilmu dan manfaat buat kita.
Judul tulisan yang hari ini aku habiskan adalah "Bentuk Jamak dan Dosa Gramatikal yang Rajin Kita Jamah". Di kolom komentar aku berikan pernyataan wujud rasa syukur dan terima kasih kepada beliau.