Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bentuk Jamak dan Dosa Gramatikal yang Rajin Kita Jamah

18 Januari 2021   05:00 Diperbarui: 18 Januari 2021   05:06 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Olah Pribadi

Semua murid-murid wajib memakai masker. Saya terjengkang saat membaca kalimat itu. Bukan apa-apa. Penulis kalimat itu tengah melakukan perilaku mubazir. Kenapa? Karena menjamakkan sesuatu yang sudah jamak.

Lantas apa kaitan antara kekeliruan menulis penanda jamak dengan dosa gramatikal? Kesan yang muncul dari judul artikel ini ternyata berlebihan. Mana boleh salah kaprah disamakan dengan perbuatan dosa?

Tunggu, Kawan. Dosa dalam judul di atas janganlah disetarakan dengan dosa yang berhubungan dengan ganjaran perbuatan. Dosa gramatikal yang saya maksud adalah laku keliru berbahasa yang terus kita ulangi. Tidak ada hubungannya dengan akhlak, moral, atau agama. Apalagi surga dan neraka.

Semoga kalian memaklumi.

Sebelum kita udar mengapa semua orang-orang dapat menimbulkan dosa gramatikal, mari kita sisir dulu kaidah memerikan penanda jamak dalam bahasa Indonesia. Hal ini penting bagi kita, hitung-hitung remedial untuk menyegarkan ingatan.

Alwi dkk. (2000:132--133), Chaer (1994:335--336), Hasan (2000:282), Kridalaksana (1994:71), dan Kentjono dkk. (2004:190) telah mengudar perkara bentuk jamak dan kata penggolong dalam bahasa Indonesia. Penanda jamak dapat berupa reduplikasi atau pengulangan, dapat pula dengan menerakan numeralia dan kata penggolong. Berikut ini saya sajikan ringkasannya.

  1. Pengulangan untuk mendapatkan makna ‘banyak, semua, atau seluruh’ dilakukan terhadap kata benda, seperti pohon-pohon berarti 'semua pohon, banyak pohon, atau seluruh pohon'. Contoh lain, pandangan-pandangan yang berarti 'banyak pandangan, semua pandangan, atau seluruh pandangan'.
  2. Pengulangan untuk mendapatkan makna ‘banyak dan bermacam-macam’ dilakukan terhadap kata benda dengan akhiran /-an/, seperti buah-buahan yang bermakna 'banyak dan bermacam-macam buah'.
  3. Pengulangan untuk mendapatkan makna ‘banyak dan bermacam-macam’ dilakukan terhadap kata benda tertentu dalam bentuk kata ulang berubah bunyi, seperti lauk-pauk yang bermakna 'banyak dan bermacam-macam lauk'.
  4. Pengulangan untuk mendapatkan makna ‘banyak dan bermacam-macam’ dilakukan terhadap kata kerja tertentu dalam bentuk kata ulang berakhiran /-an/, seperti goreng-gorengan yang berarti 'banyak dan bermacam-macam penganan yang digoreng'.
  5. Pengulangan untuk mendapatkan makna ‘banyak dengan ukuran satuan yang disebut oleh kata dasar’ dilakukan terhadap kata benda yang menyatakan satuan ukuran, panjang, berat, dan waktu dalam bentuk kata ulang berawalan /ber-/, seperti berbotol-botol yang berarti 'banyak yang dihitung dengan botol'.
  6. Pengulangan untuk mendapatkan makna ‘banyak dengan ukuran satuan yang disebut oleh kata dasar’ dilakukan terhadap kata benda yang menyatakan kelipatan sepuluh dalam bentuk kata ulang berawalan /ber-/, seperti beratus-ratus yang berarti 'banyak sesuatu yang dihitung dengan ratusan'.
  7. Pengulangan untuk mendapatkan makna ‘banyak sesuai dengan yang disebut kata dasar’ dilakukan terhadap kata sifat dalam bentuk kata ulang murni, seperti besar-besar yang berarti 'banyak yang besar'.

Selain pengulangan, cara yang dapat kita tempuh untuk menandai bentuk jamak adalah dengan menggunakan kata pewatas jumlah alias numeralia alias kata bilangan. Itu termasuk cara yang sangat lazim digunakan dalam bahasa Indonesia. Contohnya tiga orang, lima ekor, tujuh rumah, atau sembilan buku.

Perhatikan pula bentuk jamak yang ditandai oleh frasa nominal seperti tiga buah buku, lima sisir pisang, atau beberapa butir telur. Tiga contoh itu merupakan pewatas depan, artinya urutan disusun dari numeralia (tiga, lima, dan beberapa), diikuti oleh penggolong (buah, sisir, dan butir), kemudian nomina (buku, pisang, dan telur).

Ada pula numeralia distributif yang juga menunjukkan bentuk jamak, seperti dua-dua, tiga-tiga, tiap-tiap, masing-masing, … demi …, serta … per …. Kata masing-masing, misalnya, dapat berarti 'semua' dan dapat juga bermakna 'setiap'.

Bahasa Indonesia juga mengenal beberapa gabungan kata bilangan yang mengacu pada jumlah dan maujud tertentu. Misalnya gram, gros, kilogram, kilometer, kodi, kuintal, liter, lusin, meter, atau ton. Dalam satu lusin ada 12 buah, tetapi kata lusin dapat pula dibubuhi awalan /ber-/ menjadi berlusin-lusin. 

Selain itu, bahasa Indonesia mengenal pula bilangan pokok taktentu yang mengacu pada jumlah yang tidak tentu. Ciri-cirinya merujuk pada jawaban atas pertanyaan yang memakai kata berapa. Dalam hal ini, kita bisa mengajukan contoh kata seperti banyak, berbagai, beberapa, pelbagai, semua, seluruh, segala, dan segenap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun