Mohon tunggu...
Rizieq ramadhan
Rizieq ramadhan Mohon Tunggu... full time bengong, part time lover

Anak kesayangan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Historiografi Golongan Sayid Hadramaut

10 Februari 2025   13:11 Diperbarui: 10 Februari 2025   13:11 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada rata-rata strata sosial di banyak tempat, Sayid memperoleh posisi sosial yang cukup terhormat dibandingkan dengan golongan lain. Perlu diketahui, kehormatan ini tidak diperoleh dengan susah payah sebagaimana posisi kehormatan lainnya. Pada tahap ini, saya membatasi untuk membicarakan keangkuhan kelompok yang sejak dini dikelilingi penghormatan berlebih tanpa syarat. 

Pranata sosial yang melekat lantas memberikan kursi terbaik bagi mereka. Sayid bukan termasuk kelompok yang gemar menyandang senjata, namun itu tidak menghilangkan pengaruhnya. Pengaruh moral dan agama sepenuhnya dikuasai oleh golongan Sayid, terutama di Hadramaut dan Nusantara. 

Seorang Sayid yang memasuki tempat di dunia manapun membuat para hadirin berdiri, mencium tangan, dan menunduk tanpa berani menatap. Bahkan, mereka yang lebih tua tidak segan mencium Sayid yang lebih muda. Untuk mengukur pengaruh Golongan Sayid yang kuat, apa yang terjadi di Hadramaut adalah objek percontohan yang paling tepat. 

Misalnya, pejabat atau ahli Sayid. Sejumlah Sayid digolongkan sebagai orang suci (wali) dengan kemampuan istimewa (ahl-kasyf) yang mampu menembus batas-batas rasionalitas dengan cerita yang mengarah kepada irasional. Apa yang kemudian disebut oleh Tan Malaka sebagai logika mistika. Namun, keluarga-keluarga Sayid lainnya melahirkan cendekiawan, al-Masyhur di Tarim, as-Saqqaf di Saiun, dan Mufti Mazhab Syafi'i dari keluarga al-Habsyi. 

Karena pemahaman kemuliaan Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan Nabi lainnya, membuat strata kebangsawanan Sayid lebih nyata. Kalangan Syarif dari Mekkah diragukan keaslian darahnya oleh golongan Sayid. Contoh pengaruh yang mengakar dibawa oleh para Sayid Timur Tengah ke Nusantara mencakup hukum, pendidikan, agama, adat kebiasaan, dan lainnya yang akan dibahas selanjutnya.

Ilmu dan seni

Suku Badui relatif sedikit yang mampu membaca dan menulis, sedangkan dalam kontras dengan kalangan Sayid kelas menengah atas hampir tidak ada buta huruf. Pelajaran berhitung diajarkan sedikit demi sedikit menggunakan metode praktik langsung.  Mereka biasanya memulai pendidikan dari sekolah dasar ('ulmah) yang juga diikuti oleh anak-anak sekitar kota. 

Keterbatasan fasilitas pendidikan memaksa mereka membawa batu tulis (lauh) setiap pagi menuju sekolah. Sebagaimana dalil populer, mereka menganggap Ibu sebagai sekolah pertama, sehingga huruf Arab dan bacaan ibadah diajarkan lebih dulu untuk mendukung proses pendidikan keagamaan, berupa amal jariyah. Dunia pendidikan bagi kelompok Sayid masih jauh dari kebebasan; ada segmentasi besar antara hak laki-laki dan perempuan. 

Sebagian besar perempuan buta huruf, bahkan putri Sayid. Hal ini dipengaruhi oleh segmentasi lingkungan dan budaya yang terbentuk turun-temurun. Teori di atas diperkuat dengan bukti adanya seorang cendekiawan perempuan di Saiun yang justru tidak terjadi di kalangan Sayid.

 Sehingga perspektif kelompok yang berpengaruh mampu mendikte perjalanan kemajuan yang sebenarnya. Perempuan dilarang menempuh pendidikan formal di sekolah-sekolah, meskipun ada sekolah khusus perempuan. Anak perempuan hanya belajar mengaji dan ibadah Islam. 

Maka, akan sangat jarang ditemui perempuan menonjol sebagai ahli ilmu. Setelah sekolah dasar ada sekolah lanjutan. Di sini diajarkan tata bahasa Arab (nahwu), hukum (fiqh), serta teologi. Buku (nahwu) yang terkenal, misalnya ajurumiah dan alfiyah. 

Tingkatan lebih lanjut diajarkan, seperti al-Mutammimah, al-Fawakih al-Janniah, dan Syarah al-Kafrawi. Buku fiqh adalah safinat an-najah, fath al-Qarni, dan fath al-mu'in. Madrasah hanya mengajarkan pelajaran pengantar, dan mayoritas mereka cenderung tidak melanjutkan jenjang studinya. 

Pendidikan mereka masih sangat sentralistik dan terpusat pada otoritas tokoh. Siswa-siswa yang merasa berbakat biasanya melanjutkan studinya dan belajar pada para cendekiawan bereputasi di kota-kota besar. Karya-karya besar diterangkan pada siswa melalui syarah-syarah panjang. 

Tata bahasa, hukum, Kalam, teologi, Mantiq, balaghah, dan buku-buku yang dipelajari adalah Ihya Ulumuddin karya Gazali, tafsir Al-Quran Jalaludin, dan umdat al-aqaid an-Nasafi. Lazimnya, para siswa merintis karir studinya dengan rajin menghadiri ceramah-ceramah.

 Setelah itu, menjelaskan kepada kelompok mahasiswa dengan kecerdasan terbatas melalui pengulangan (mutala'ah). Setelah ceramah kecil itu dilakukan, bertahun-tahun mereka baru bisa memberikan ceramah di depan umum yang biasanya berdasarkan persetujuan syekh mereka.

 Humaniora sebatas hukum dan Kalam, sains mengalami kesulitan berlebih di sana menjadi salah satu bagian ilmu yang paling tidak dikuasai oleh masyarakat Arab Hadramaut. Pengetahuan tentang astronomi, matematika, geografi, dan kedokteran berhenti pada abad pertengahan. 

Mereka masih mengira bumi sebagai pusat tata surya dan matahari mengelilinginya. Ide fixe (gagasan tetap, obsesi, dan keyakinan) bahwa langit mengetahui dari siapapun. Rasanya ketertutupan terhadap pembaruan pengetahuan yang membuat mereka masih terjebak dalam dimensi yang sama sekali berbeda dengan dunia lainnya. Dokter/tabib adalah profesi yang tidak ada sama sekali, keyakinan/ide fixe mendahului.

 Metode sederhana dengan menempelkan besi panas pada badan yang dianggap sakit. Jika tidak diketahui secara pasti, besi panas ditempelkan ke beberapa tempat dan persendian, dan itu dianggap sering menyembuhkan walaupun tidak menyentuh akar penyakit yang sebenarnya. 

Masalah di atas bagi pembaharu Islam adalah halangan utama terhadap kemajuan, dan Sayid menjadi golongan berpengaruh yang mengarahkan persepsi publik pada pengetahuan. Islam melarang seni, musik, dan pengetahuan dengan dalil pengharaman dan keluar dari syariat. Maka kemudian kita mampu mengidentifikasi masalah itu dan melahirkan solusi, bergerak pada pembaharuan. 

Bahwa tesis yang mengatakan kemajuan dan pengetahuan Barat mengarah pada kerusakan agama sama sekali tidak terbukti; pengetahuan dan agama berdiri pada sisi yang berbeda. Penolakan terhadap keterbukaan itu yang tercermin hari ini, Hadramaut belum beranjak pada perubahan besar. Seolah agama dengan sendirinya membatasi ruang gerak pengetahuan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun