Kamu pernah ngerasa bingung sama hidup, pekerjaan, atau masa depan di usia 20-an? Tenang, kamu nggak sendirian.
Fenomena ini dikenal dengan istilah Quarter Life Crisis (QLC), yaitu fase penuh kebimbangan, overthinking, dan tekanan hidup yang sering muncul di usia 20-30 tahun. Dalam era digital seperti sekarang, banyak orang meluapkan keresahan ini di media sosial, khususnya platform X (dulu Twitter).Â
Sebagai mahasiswa yang tertarik dengan isu kesehatan mental dan teknologi, saya tertarik untuk mengetahui lebih jauh: Apa sih sebenernya yang dirasakan masyarakat soal Quarter Life Crisis? Lewat penelitian ini, saya mencoba mengklasifikasikan opini publik dari media sosial menjadi dua kategori: positif dan negatif. Tujuannya? Supaya kita bisa memahami pola pikir masyarakat dan mencari solusi lebih awal.Â
Bagaimana Penelitian Ini Dilakukan?Â
Selama November 2024 sampai Januari 2025, saya berhasil mengumpulkan 1120 cuitan publik dari platform X menggunakan teknik web crawling dengan bantuan Python. Data ini lalu diproses dan dibersihkan menggunakan metode Natural Language Processing (NLP). termasuk pembersihan kata, normalisasi, dan stemming (mengubah kata ke bentuk dasarnya).
Selanjutnya, saya memberi label pada setiap cuitan: apakah mengandung sentimen positif atau negatif? Penilaian ini dilakukan berdasarkan kamus kata berkonotasi positif dan negatif (lexicon-based approach).
Algoritma Mana yang Lebih Akurat?Â
Untuk menganalisis data, saya membandingkan dua metode populer:Â
1. Support Vector Machine (SVM)Â - dikenal akurat dalam menangani data besar dan kompleks.Â
2. Naive Bayes (NB) - sederhana, cepat, dan cukup efektif dalam klasifikasi teks.Â