Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... hanya ibu rumah tangga biasa

Ibu rumah tangga biasa yang ingin anak-anaknya sehat dan bahagia lahir batin, serta sukses dunia akhirat

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

SDN Panmas 2 Depok Bekas Peninggalan Belanda Itu Kini Berubah Menjadi Cafe

17 Juni 2025   20:38 Diperbarui: 18 Juni 2025   05:20 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: merdeka.com
sumber foto: merdeka.com

Tiga anak saya -- Putik Cinta Khairunnisa, Annajmutsaqib, Fattaliyati Dhikra saat SD di sekolah yang sama: SD Negeri Pancoran Mas 2, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat. Seingat saya, dulu sebelum ada sistem zonasi, menjadi sekolah favorit. Banyak yang ingin menyekolahkan anaknya di sini.

Gedungnya berumur lebih dari seabad karena bekas peninggalan Belanda. Seperti halnya bangunan zaman kolonial, gedungnya tinggi dan kokoh. Beberapa properti di dalamnya seperti bangku dan lemari yang ada di dalam kelas masih asli dari zaman dulu. Terbuat dari kayu yang masih kokoh, meski sebagian ada juga yang mulai keropos.

Anak pertama dan kedua saya bersekolah sampai lulus. Dari kelas 1 sampai kelas 6. Sementara itu, anak ketiga hanya sampai kelas 3, kemudian dipindahkan ke SD Negeri Depok 1, di kecamatan yang sama, pada 2021 saat kelas 4 hingga lulus pada 2024.

Pemindahan sekolah ini bukan hanya anak saya, tapi semua siswa SDN Panmas 2 yang dikenal dengan sebutan SDN Center, yang berjumlah sekitar 500 siswa itu dipindahkan. Sebagian besar ke SDN Depok 1, sebagian lagi dipindahkan ke sekolah lain.

Penyebabnya, ada ketidaksepahaman antara Dinas Pendidikan Kota Depok dengan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) sebagai pemilik dan pihak penyewa. Ya, ternyata bangunan bersejarah yang berumur lebih dari 128 tahun itu disewa Disdik Kota Depok dengan harga sewa Rp190 juta setahun.

Namun, informasi lain menyebutkan bangunan itu mau digunakan untuk gedung SD, yang dikelola YLCC, yang juga mengelola SMP dan SMK. YLCC beralasan, sebagai sekolah negeri harusnya berdiri di lahan sendiri, bukan lahan sewaan.

Awalnya, orang tua murid merasa resah mendengar isu perpindahan ini yang beredar dari mulut ke mulut. Sebagian mencari kebenarannya. Hingga akhirnya ada penawaran dari wali kelas apakah anak ingin dipindahkan ke SDN Depok 1 atau ke SDN lain? 

Kalau ke SDN Depok 1 kepindahan diurus oleh pihak sekolah, sementara di luar itu diurus sendiri. Saya karena tidak mau ribet, memilih di SDN Depok 1. Lokasinya tidak begitu jauh juga dan berdampingan dengan SMPN 1 Depok, sekolah dua anak pertama dan kedua saya. Selain itu, sekolah yang dimaksud termasuk sekolah percontohan. 

Dulu ruang kelas V, sekarang menjadi ruangan cafe (dokumen pribadi)
Dulu ruang kelas V, sekarang menjadi ruangan cafe (dokumen pribadi)

Gedung bersejarah peninggalan Cornelis Chastelein, itu semula bernama Europeesche Lagere School yang dibangun 1886. Sekolah yang ditujukan untuk anak-anak  Belanda atau Eropa dan orang pribumi yang statusnya telah disamakan dengan orang Eropa (gelijkgestelden).

Lalu pada 1961 menjadi Sekolah Dasar Pancoran Mas 2 yang dikenal sebagai sekolah rakyat. Ini menjadi satu-satu sekolah dasar negeri di Depok saat itu yang kala itu dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Saat itu, Depok masih berada di bawah Kabupaten Bogor.  Kemudian, diambil alih oleh Disdik Kota Depok sejak 1970.

Kemudian pada 2019, gedung SDN Panmas 2 ini dinyatakan sebagai cagar budaya pada setelah dilakukan kajian oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Depok. Karena mempunyai nilai histori yang besar dari segi arkeologi, sejarah, arsitektur, dan budaya.

Sejak tidak lagi diperpanjang sebagai sarana belajar SDN Pancoran Mas 2, penggunaan bangunan ini akhirnya dikosongkan. Bangunan tersebut pun mengalami kerusakan. Cat-catnya mulai mengelupas dan sebagian terlihat kusam.

Setiap saya melewati sekolah ini, terlihat jelas beberapa kelas atap mulai roboh dan beberapa bagian dari jendela juga sudah mengalami kerusakan. Halaman sekolah ditumbuhi rumput dan tanaman liar. Padahal, di bagian pekarangan terpasang plang Cagar Budaya.

Jika kondisi ini terus dibiarkan dan tidak dibenahi, yang akhirnya mengalami kerusakan, maka akan dikaji ulang oleh TACB Depok dan merekomendasikan untuk penghapusan Cagar Budaya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Berubah menjadi cafe

Mungkin karena kondisi itu, gedung SDN Pancoran Mas 2 kini berubah wajah menjadi cafe "Dopamine  Heritage" yang memiliki venue "Coffee & Tea" dan "Dopamine Avenue" yang baru diresmikan seminggu lalu. Bangunan bersejarah itu sepertinya bukan lagi sebagai cagar budaya.

Meski berubah wajah menjadi cafe, bentuk bangunan asli tetap dipertahankan bergaya Belanda seperti pintu dan jendela krapyak berukuran tinggi, selasar, ketinggian ruangan. Namun, ada pemugaran. Semula berbahan kayu, kini berbahan kaca. Sebagian lantai yang tadinya ubin berganti keramik yang lebih modern.

Kemarin, kebetulan saya ada pertemuan dengan mama-mama eks wali murid kelas anak kedua saya sewaktu di SMPN 1 Depok. Saya ajak ketiga anak saya bersantap di sini sambil mengenang kembali masa-masa SD mereka di SDN Panmas 2. Saya sengaja mengajak agar anak-anak bisa menyusuri kenangan mereka di sini. 

Setiap sudut kafe memberikan suasana seperti kembali ke masa lalu. Saya juga ikut mengenang suasana sekolah ini dulu.
"Ini dulunya kelas 4 kan ya, sebelah ujung sana kelas 6A, sebelahnya lag kelas 6B," kata saya pada anak-anak.

Saya kembali menyusuri ruangan demi ruangan yang melintasi masa itu. Di bagian belakang, dulunya ruang guru berubah menjadi ruangan untuk bersantap. Meja-meja dan kursi-kursi disusun rapi dan ditata apik.

"Toiletnya lebih bagus dibanding dulu," seru anak saya. Ya, iyalah kan masih baru. Mushala masih di posisi yang sama, tapi lebih bagus dan lebih nyaman.

Halaman belakang juga berubah. Di tengahnya ada air mancur berbentuk lingkaran. Sementara halaman depan dipakai untuk parkiran.

Ruang bekas kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 masih ditata. Ruang lantai atas juga masih ada, yang biasa dipakai ruang pertemuan. Selasar juga bentukannya masih seperti dulu, hanya sekarang terlihat lebih fresh.

Sedih juga sih sebenarnya melihat perubahan ini. Cagar budaya ini berubah menjadi cafe. Sata belum mendapat informasi lebih jauh apakah ini masih termasuk cagar budaya atau bukan. Karena awalnya, informasi yang beredar, gedung ini akan dijadikan tempat wisata edukasi semacam museum. Eh, ternyata di luar ekspektasi. 

Ruang kelas 6A yang berubah (dokumen pribadi)
Ruang kelas 6A yang berubah (dokumen pribadi)

Ruang kelas V (dokumen pribadi)
Ruang kelas V (dokumen pribadi)

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun