Mohon tunggu...
Tessa Marlina
Tessa Marlina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Majority in English Literature-Linguistics

Mahasiswa S2 Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Crazy Rich Itu Kaya atau Di-kaya-kan?

5 Maret 2022   11:21 Diperbarui: 5 Maret 2022   11:29 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Flexing adalah istilah yang sedang ramai digunakan oleh masyarakat saat ini. Flexing sendiri merupakan slang word yang berarti pamer. Seperti yang kita tahu bahwa saat ini dengan adanya media sosial, setiap orang dapat dengan mudah membagikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Salah satu contoh adalah media sosial Instagram. Dalam Instagram kita mengenal ada istilah follow, posting, caption, comment, like, dll. Adapula istilah centang biru yang menunjukkan bahwa akun tersebut benar-benar asli milik si pengguna. Biasanya, akun yang memiliki centang biru adalah akun-akun public figure atau brand. Untuk memiliki centang biru dalam Instagram seseorang perlu memenuhi persyaratan, salah satu nya adalah harus popular yang dalam hal ini berarti akun tersebut haruslah menjadi akun yang paling dicari oleh masyarakat.

Saat ini, masyarakat banyak mengkonsumsi berita-berita mengenai gaya hidup hedonis. Salah satu dampak dari bebasnya mengakses media sosial adalah tidak adanya privasi antara pemilik akun dengan para pengikutnya. Kaum hedonis saat ini lebih dikenal dengan istilah crazy rich.

Orang-orang yang dinobatkan crazy rich oleh masyarakat adalah orang-orang yang memiliki banyak asset dan barang-barang mewah yang dihasilkan melalui usahanya dalam mengelola bisnis sehingga masyarakat dapat terinspirasi dari kesuksesan tersebut. Namun saat ini, justru masyarakat lebih memperhatikan sudut pandang gaya hidup hedonis dibanding sudut pandang bagaimana para crazy rich tersebut bisa berhasil dalam menjalankan bisnisnya. Melalui media sosial Instagram, masyarakat disuguhi kegiatan sehari-hari para crazy rich yang cenderung pamer dengan apa yang dimiliki.

Pamer mobil mewah, rumah mewah, bisa travelling ke tempat manapun yang ingin dikunjungi tanpa melihat berapa banyak budget yang dikeluarkan tentulah menimbulkan dampak negatif di masyarakat. Sah-sah saja apabila para crazy rich melakukan hal tersebut karena itu adalah hak mereka untuk membelanjakan apapun menggunakan uang hasil jerih payah mereka.

Masalahnya, masyarakat kita tidak mampu untuk menyaring keadaan yang sebenarnya terjadi dalam circle kehidupan crazy rich tersebut. Instagram bisa menjadi salah satu peluang bisnis bagi siapa saja. Bagi brand yang mau mempromosikan produknya dapat menggunakan jasa crazy rich untuk membantu mempromosikan produknya. Alasannya simple, karena banyak pengikutnya di Instagram. Setelah deal dalam melakukan proses endorsement, barulah si crazy rich ini memposting brand milik perusahaan tersebut untu dipromosikan. Masyarakat yang melihat akan memiliki sudut pandang bahwa brand tersebut adalah milik si crazy rich dan didapatkan dengan membelanjakan uang miliknya. Padahal nyatanya, justru barang tersebut hanyalah “titipan” dari brand untuk dipromosikan.

Seiring berjalannya waktu, pola hidup seperti ini justru lebih mengasyikan bagi para pelaku bisnis. Semakin pamer akan semakin tinggi pula keuntungan yang diraup. Menariknya, semakin seorang crazy rich dinyatakan flexing justru semakin tinggi pula pemasukan yang dihasilkan. Ketertarikan masyarakat terhadap fenomena seperti ini yang semakin membuat gaya hidup hedonis seseorang semakin dipublish. Sehingga bisa kita lihat di beberapa postingan Instagram masyarakat, mereka cenderung bergaya hidup seolah mereka adalah seorang crazy rich.

Menurut Prof. Rhenald Kasali, flexing dapat dilakukan karena beberapa kebutuhan mulai dari agar dilihat mampu hingga mendapat pasangan. Kedua hal tersebut sangat jelas mencerminkan keadaan masyarakat saat ini. Mereka menginginkan pengakuan bahwa mereka pun mampu menjadi crazy rich dengan gaya hidup hedonis yang dilakoni nya. Sehingga siapapun akan tertarik dengan kehidupan pribadinya. Tetapi justru menurut Prof. Rhenald Kasali, orang yang benar-benar kaya adalah orang yang akan senantiasa menjaga privasi nya. Semakin kaya akan semakin diam.  Berbanding terbalik dengan fenomena crazy rich yang sekarang ini sedang ramai diperbincangkan.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin berkurangnya nilai sosial seseorang. Seseorang menjadi tidak empati dengan situasi yang sedang dialami saat ini. Di masa pandemi seperti sekarang ini, nilai-nilai sosial seharusnya lebih ditingkatkan oleh masyarakat. Daripada memamerkan kekayaan untuk meraih keuntungan yang lebih, akan lebih indah jika kita bisa berbagi kepada orang yang membutuhkan tanpa adanya unsur-unsur timbal balik yang ingin didapat dari orang lain. So, jadi sebenarnya sosok crazy rich itu apakah benar kaya atau di kaya-kan oleh masyarakat?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun