Banyak suara di sekeliling kita yang menyumbang kalimat nasihat, perbandingan, atau opini cenderung membuat hati kita susah membuat keputusan sendiri. Seolah-olah, semua orang apa yang terbaik untuk kita.
Memang tak disangka jikalau mereka punya versi kesuksesan sendiri, standar kebahagiaan, dan jalan hidup yang dianggap ideal. Namun, hidup bukanlah kompetisi yang diatur oleh ekspektasi orang lain.Â
Sebab hidup adalah perjalanan pribadi yang hanya bisa dimengerti oleh "tokoh" yang menjalaninya.
Banyak dari kita tumbuh dalam budaya yang menilai keputusan berdasarkan validasi luar. Seperti seberapa cepat karier naik, berapa banyak pencapaian yang bisa dipamerkan, atau sejauh mana kita memenuhi standar "dewasa".
Namun semakin dewasa pula kita, semakin sadar bahwa mendengarkan hati sendiri bukanlah tindakan egois. Melainkan bentuk tanggung jawab atas hidup kita yang sudah tertulis oleh Sang Pencipta.
Hanya kita masing-masing yang tahu arah yang benar-benar selaras dengan jiwa.
Mendengar Panggilan Jiwa, Bukan Kebisingan Dunia
Kepemimpinan atas hidup sendiri berawal dari keberanian mendengarkan panggilan jiwa. Kadang suaranya pelan, bahkan tenggelam oleh suara orang lain.Â
Ada yang bilang keputusanmu itu salah, terlalu berisiko, atau tidak realistis. Namun, bukankah setiap orang punya musim dan ritmenya masing-masing?
Menjadi pemimpin atas hidup sendiri bukan berarti menolak masukan. Tapi kita harus mampu memilah mana masukan yang membangun, dan mana yang hanya menambah beban.
Dunia luar bisa memberi saran, tetapi keputusan akhir selalu ada di tangan kita. Ketika kita berani memimpin diri sendiri, kita belajar untuk percaya bahwa setiap langkah. Bahkan yang tampak kecil pun punya makna besar jika diambil dengan kesadaran penuh.