Di pagi hari, kita tidak pernah lagi mendengar suara kertas koran dibuka. Tak ada lagi tangan yang belepotan tinta karena membaca editorial sambil menyeruput kopi panas.Â
Yang ada hanyalah suara video yang otomatis diputar dari ponsel. Wajah belum dicuci, tapi sudah update dengan isu hangat dari Fyp TikTok.
Ini semata-mata bukan berita dari redaksi, tapi dari wajah-wajah anak muda yang berbicara cepat, menyisipkan musik latar dramatis, dan menyajikan ringkasan topik rumit dalam video 60 detik.
Apakah ini hanya soal perubahan gaya konsumsi informasi? Tidak. Ini adalah transformasi mendalam tentang bagaimana kita mengenal realitas.
Dalam DW Global Media Forum 2025, Nic Newman dari Reuters Institute memaparkan perubahan besar dalam pola konsumsi berita global.
Di India dan Thailand, lebih dari 55% pengguna menggunakan YouTube untuk mencari berita mingguan.Â
TikTok, aplikasi yang dulunya dianggap tempat berjoget, kini menjadi sumber berita utama bagi generasi muda di Indonesia, Brazil, Filipina, dan negara-negara Global South lainnya.
Tak hanya itu di wilayah Afrika dan Amerika Latin juga menempatkan dominasi berita dari platform video karena lebih ringan, menarik, dan lebih mudah diakses dibandingkan portal berita atau televisi konvensional.
Facebook mulai ditinggalkan. Televisi berita kehilangan pemirsa mudanya. Dan koran? Sudah lama tidak menyapa meja sarapan kita.Â
Perubahan Ruang Media dari Jurnalis ke Creator, dari Redaktur ke Algoritma