Dulu, masa pensiun adalah momen yang ditunggu-tunggu. Waktu di mana seseorang bisa beristirahat dengan tenang, setelah puluhan tahun mencurahkan tenaga dan pikiran untuk bekerja.Â
Namun kini, impian itu sepertinya mulai terlihat kabur. Ironisnya pun kena bagi mereka yang tergolong produktif dan berpendidikan.
Di tengah ketidakpastian ekonomi, inflasi yang terus naik, dan tekanan sosial yang tak kunjung reda, generasi produktif hari ini justru semakin terjepit.
Mereka tidak hanya menanggung beban kehidupan pribadi, tetapi juga menanggung kebutuhan dua generasi sekaligus: anak-anak yang masih dalam masa tumbuh dan orang tua yang sudah tidak lagi berpenghasilan.
Inilah generasi sandwich; generasi yang hidup di tengah-tengah, terjepit tanggung jawab dari dua arah, dan semakin menjauh dari harapan masa pensiun yang layak.
Pensiun, Kini Hanya untuk yang Beruntung
"Pensiun dini" dulu mungkin terdengar seperti sebuah prestasi. Saat ini, ia terdengar seperti mimpi eksklusif yang hanya bisa dicapai oleh segelintir orang.Â
Mereka yang lahir dengan privilege, memiliki passive income, atau bekerja di sektor dengan jaminan pensiun solid.
Bagi mayoritas pekerja, terutama kelas menengah urban, pensiun dini hanya menjadi jargon seminar motivasi atau iklan investasi yang belum tentu bisa mereka akses.
Masalahnya bukan semata-mata soal keinginan, tapi realita. Harga kebutuhan pokok naik, biaya pendidikan anak semakin mahal, sementara cicilan rumah dan kendaraan tak kunjung selesai.Â
Ditambah lagi dengan tanggung jawab baru: merawat orang tua yang menua dan membutuhkan biaya kesehatan yang tak sedikit.