Di tengah semangat menuntut ilmu setinggi langit, banyak lulusan S2 di Indonesia justru menghadapi realita pahit: susah mendapatkan pekerjaan.Â
Padahal secara logika, gelar yang lebih tinggi seharusnya membuka lebih banyak peluang.Â
Namun faktanya, banyak dari mereka justru merasa terjebak dalam overqualified trap. Terlalu tinggi secara kualifikasi, tapi tetap kalah bersaing secara praktis.
Ini bukan sekadar soal ijazah atau seberapa banyak teori yang dikuasai. Dunia kerja saat ini telah berubah dengan cepat.Â
Perusahaan menuntut bukan hanya pengetahuan, tapi juga kemampuan adaptasi, kerja lintas tim, dan yang lebih penting: komunikasi yang efektif. Di titik inilah, banyak lulusan S2 justru merasa terasing.Â
Tak sedikit dari mereka merasa telah mempersiapkan diri dengan baik, namun tak kunjung mendapat ruang untuk membuktikannya.
Antara Ekspektasi Pribadi dan Kebutuhan Industri
Salah satu penyebab utama sulitnya lulusan S2 mendapat pekerjaan adalah ekspektasi.Â
Banyak yang merasa sudah "di atas rata-rata" karena gelarnya, sehingga cenderung menolak pekerjaan dengan posisi entry level atau gaji yang dianggap tidak sepadan.Â
Padahal dalam banyak perusahaan, pengalaman nyata jauh lebih dihargai daripada teori yang diajarkan di kelas.
Di sisi lain, industri juga kerap ragu menerima lulusan S2 untuk posisi yang sebenarnya sudah tersedia.Â